fauzan jaenuriOleh H.M. Fauzan Jaenuri

Pemilu merupakan salah satu bagian dari proses demokrasi di Indonesia yang merupakan rangkai awal dalam rangka memilih seorang imam atau pemimpin. Hal ini juga merupakan proses melahirkan atau mencari kepemimpinan nasional.

Dalam proses demikian untuk mencari pemimpin baik lingkup legislative maupun eksekutif maka dalam konteks hukum Islam termasuk dalam kategori fardu kifayah. Sehingga seandainya tidak ada yang mencalonkan maka hal ini termasuk berdosa. Mengangkat seorang pemimpin dalam konteks persatuan umat Islam yakni yang selaku ahlu sunnah wal jamaah maka hukumnya wajib syar’i dan wajib aqli.

Sehingga karena wajibnya tersebut maka sebagai umat Islam khususnya kader PUI adalah wajib ain atau bisa menjadi haram jika tidak melakukan alias meninggalkan proses pemilu tersebut. Untuk itu bagi kader atau jamaah PUI harus tidak boleh golput alias harus menyalurkan hak politiknya yakni memilih calon wakil rakyat tersebut.

Hal ini harus disosialisasikan kepada seluruh umat Islam khususnya kader dan jamaah PUI akan urgensinya ikut aktif dalam pemilu tersebut.

Harapan besar bagi pemilih adalah lahirnya seorang pemimpin ditengah-tengah umat yang mempunyai kapasitas dan kapabilitas seorang pemimpin seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Untuk itu seorang pemimpin itu harus memenuhi kesiapan atau criteria antara lain :

1. Mampu menghadirkan rasa aman ditengah-tengah masyarakat atau umat.

Maka dari itu ia harus mempunyai kekuatan yang prima,secara keilmuan mumpuni,mempunyai fisik yang sehat dan segar,maka jika ada calon pemimpin yang mempunyai fisik sudah terlihat loyo (tua) maka sebenarnya tidak layak. Karena ia dituntut untuk bisa aktif melihat umat atau rakyatnya secara langsung,tidak sekedar duduk manis dan mendengar laporan dari staf atau pembantunya.

Apalagi dalam konteks kemimpinan nasional,dimana wilayah Indonesia yang demikian luas maka seorang pemimpin dituntut mempunyai kesehatan atau kebugaran fisik yang prima. Nah,bagaimana hal bisa dilakukan oleh orang tua yang sudah loyo,mungkin secara keilmuan ia mumpuni namun secara fisik sudah tidak memungkinkan,karena kerja pemimpin itu bukan sekedar pikiran saja tapi harus dibarengi dengan kekuatan tubuh atau jasmani yang prima.

Dalam bahasa Al Qur’annya basthotan fil ilmi wal jizmi  yakni mempunyai kedalam ilmu (baik ilmu agama dan tatanegara) yang mumpuni namun juga mempunyai kekuatan jasmani/fisik yang prima.

2. Mempunyai kekuatan atau kemampuan secara ekonomi di tengah-tengah masyarakat atau umat.

Hal ini jangan sampai ada wakil rakyat baik yang duduk dilegislatif atau eksekutif yang secara ekonomi sangat lemah atau tidak mempunyai daya beli dalam memenuhi kebutuhan keluarganya.

Jika hal tersebut sampai terjadi maka keberadaan ia sebagai wakil rakyat hanya sekedar mencari nafkah atau pekerjaan saja.Bisa dibayangkan jika ada wakil rakyat yang secara ekonomi sangat lemah harus memperhatikan dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Ini malah bisa berpotensi atau menjerumuskan ia pada hal atau tindakan tidak terpuji atau mudah tergoda dengan iming-iming materi,karena secara materi belum mandiri atau masih lemah.

Untuk itu kader-kader PUI yang mencalonkan diri sebagai wakil rakyat harus kuat secara ekonomi,sehingga jika ditakdirkan menjadi wakil rakyat betul-betul untuk ibadah,dakwah,pengabdian dan bukan untuk mencari nafkah. Ia juga harus mempunyai bekal keimanan yang kuat sehingga sehingga langkahnya dibimbing oleh Allah,teguh dalam pendirian,tidak mudah tergoda bujuk rayu duniawi dan ikhlas mengemban amanah umat.

Harapannya jika memilih caleg yang demikian (berbekal iman dan ilmu yang kuat) maka kelak jika ia duduk di parlemen mampu mentransformasi nilai Al Qur’an dan Sunnah dalam system pemerintahan dan perundang-undangan di Indonesia.

3. Mampu menghadirkan penghambaan  diri kepada Allah SWT.

Kehadirannya bisa mendatangkan rahmat baik di parlemen maupun ditengah –tengah masyarakat atau umat.Bukan sebaliknya kehadiran dan keberadaannya malah mendatangkan mudhoroat dan murka dari Allah SWT. Untuk itu seorang pemimpin harus mampu menjadi uswah atau contoh yang baik bagi umat atau rakyatnya baik perkataannya maupun prilakunya.

Indikasinya sebenarnya mudah yakni seorang pemimpin menimal mampu menjadi imam atau khotib di masjid atau minimal dia aktif dalam kegiatan di masjid di lingkungannya,baik shalat berjamaah maupun kegiatan lainnya.

Bagaimana mungkin seorang pemimpin menyuruh atau mengajak rakyatnya untuk menjadi baik kalau dirinya saja tidak pernah ke masjid? Padahal masjid bisa dijadikan model pembentukan karakter rakyat,masjid sebagai tempat ibadah,menggali ilmu atau belajar,mengembangkan potensi ekonomi sehingga rakyat atau umat berdaya dan masjid sebagai ajang silaturrahim untuk memecahkan segala persoalan.

Lihatlah bagaimana sosok Rasulullah sebagai pemimpin terbesar dunia,beliau imam dalam shalat di masjid,pemimpin dalam keluarga,pemimpin dalam masyarakat bahkan Negara dan lain sebagainya.

Dengan demikian dalam konteks memilih pemimpin itu tidak boleh dilakukan asal-asalan yakni asal memilih orang dan asal gugur kewajiban memilih. Untuk itu memilih pemimpin harus dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.

Sadar dan tahu siapa orang kita hendak pilih serta pilihan kita harus dapat dipertanggung jawabkan kelak.Jangan memilih pemimpin yang baik sesaat,memberi saat akan dipilih dan perhatian menjelang pemilihan atau gemar mengumbar janji-janji atau harapan palsu. Kader dan jamah PUI serta umumnya umat Islam jangan terjebak caleg yang demikian karena akan menyesal nantinya. Kader PUI dan umat Islam harus menjadi pemilih yang cerdas  dan tidak pragmatis (demi kepentingan sesaat).

Selain itu selaku umat Islam kita dilarang untuk berlaku pesimis,sebaliknya kita harus terus mempunyai sikap optimis dalam membangun masa depan. Memang harus diakui ada beberapa anggota legislatif yang mempunyai sikap dan prilaku yang tidak amanah atau tidak terpuji,seperti terbelit kasus korupsi,terjerat kasus narkoba dan lain sebagainya.

Namun kita harus tetap mempunyai harapan bahwa kedepan harus lebih baik,diantara ribuan caleg pasti ada yang baik dan layak untuk kita pilih. Kita harus mampu menghadirkan pemimpin-pemimpin masa depan yang lebih baik,tunas-tunas harapan bangsa itu harus tetap ada sehingga kita akan meraih dan hidup dalam negara yang diridhoi Alllah SWT, negara yang baldatun thoyyibatul wa rabbun ghafur itu bukan mimpi,insya Allah itu akan terwujud jika kita mempunyai pemimpin-pemimpin yang amanah.Semoga . [Iman/Intisabi].*

Drs.H.Muh.Fauzan Jaenuri,M.Ag, Wakil Ketua PW PUI Jabar

Written by puijabar

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *