Oleh: Syamsudin Kadir
Wakil Sekretaris Umum DPW PUI Jawa Barat, Penulis Ribuan Artikel di Berbagai Surat Kabar dan Media Online, Serta 41 Buku Ber-ISBN

 

NEGARA kita Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai latar suku, ras, bahasa dan budaya. Keragaman latar demikian tak merintangi kita untuk mencapai tujuan bersama sebagai sebuah negara merdeka. Salah satu tujuan bernegara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini seperti tertuang dalam pembukaan UUD 1945, “… Mencerdaskan kehidupan bangsa… ” Sebuah penegasan paling nyata betapa negara kita melek literasi dan bertujuan meliterasi seluruh warga negara.

Untuk mewujudkan upaya ini maka dibentuklah berbagai lembaga pendidikan, baik formal dan informal maupun yang non formal. Keluarga merupakan salah satu lembaga pendidikan informal. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.

Salah satu pendidikan keluarga yang punya pengaruh pada upaya mencerdaskan kehidupan bangsa adalah membangun tradisi baca di lingkungan keluarga. Apalah lagi di masa pandemi Covid-19 yang belakangan penyebarannya sudah mulai menurun, membaca menjadi penting dan perlu mendapat perhatian semua kalangan. Diakui bahwa proses belajar di pendidikan formal mengalami sedikit “gangguan”, sehingga proses belajar dan mengajar butuh penguatan dari berbagai lembaga pendidikan lainnya, termasuk lembaga pendidikan informal seperti keluarga.

Saya termasuk yang sangat bangga karena keluarga kecil saya adalah orang-orang yang punya konsen dan tertarik pada buku. Selain sekadar melihat buku-buku juga biasanya tergerak untuk membacanya. Saya, istri saya Eni Suhaeni dan ketiga anak kami: Azka Syakira, Bukhari Muhtadin, dan Aisyah Humaira pun sama-sama tertarik untuk membaca buku. Walau ada saja halangan termasuk rasa malas, namun semangat untuk membaca buku masih menghiasi hari-hari kami. Termasuk pada masa pandemi yang kini sudah ada tanda-tanda berlalu ini.

Ikhtiar semacam itu didukung oleh ketersediannya berbagai buku di rumah, minimal adanya perpustakaan buku dengan sejumlah buku yang tergolong memadai. Agar tidak jenuh dengan rutinitas di rumah, terutama rutinitas baca, maka sesekali saya mengajak keluarga kecil saya untuk berkunjung ke toko buku. Selain untuk membaca buku-buku juga untuk mendapatkan informasi terbaru perihal buku-buku baru. Termasuk untuk menambah stok informasi dan inspirasi baru seputar dunia literasi, terutama seputar baca-tulis.

Ya, hari ini Sabtu 25 September 2021 saya bersama keluarga kecil saya memilih berkunjung ke Toko Buku Gramedia di Grage Mall di Kota Cirebon. Maklum saja, sudah hampir setengah tahun saya dan keluarga sudah tak berkunjung ke salah satu toko buku yang paling digandrungi oleh warga Kota Cirebon dan sekitarnya ini. Penyebabnya tentu saja PPKM yang membuat berbagai pusat perekonomian mengalami pembatasan yang terukur. Sehingga setelah adanya kelonggaran untuk berkunjung, saya dan keluarga pun memanfaatkan dengan baik.

Pada kunjungan kali ini, membaca contoh buku-buku baru adalah prioritas saya dan keluarga. Selain itu, mencari beberapa buku yang belakangan saya jadikan sebagai beberapa referensi untuk beberapa tulisan baru. Seperti biasa, saya, istri dan ketiga anak kami memiliki selera dan konsen masing-masing. Apapun itu, bagi saya itu hal yang wajar. Hanya saja, yang paling penting adalah tradisi baca tetap terjaga dan menjadi aktivitas rutin selama ini, dan harapannya juga pada masa yang akan datang.

Konsen saya adalah mengokohkan semangat membaca di lingkungan keluarga. Tradisi baca adalah tradisi peradaban maju, termasuk peradaban bangsa yang mau dan ingin semakin maju. Dengan membaca maka akan dengan sendirinya berdampak pada kualitas hidup seseorang, terutama yang dibangun dari lingkungan keluarga. Karena itu, tradisi baca di rumah tangga mesti dipacu dan tak boleh kendor. Disadari bahwa pendidikan keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan utama bagi anak sebagai generasi penerus bangsa.

Salah satu cara untuk membangkitkan tradisi baca di lingkungan keluarga adalah membangun tradisi baca di lingkungan keluarga. Caranya, membuat perpustakaan buku di rumah atau sediakan tempat untuk menyimpan sumber bacaan terutama buku dan surat kabar, lalu tentukan waktu khusus untuk membaca. Selain itu, jadwalkan diri untuk berkunjung ke toko buku. Mengenai hal ini tergantung kemampuan dan selera masing-masing. Bisa sekali dalam sebulan, sekali dalam sepekan dan atau mungkin setiap hari.

Di sini peran orang tua sangat sentral. Selain menjadi teladan dalam membangun tradisi baca, orangtua juga menjadi motivator dan inspirator tradisi baca di rumah atau keluarga. Biasanya anak-anak akan terdorong atau termotivasi untuk membaca karena orangtua memberi keteladanan. Sebelum anak membaca, orangtua mestinya sudah terbiasa untuk membaca. Di sini, orangtua adalah model bagi anak-anak dalam membangun tradisi yang kerap dan akrab disebut sebagai saudara kembar tradisi tulis-menulis ini.

Setelah lelah, saya dan keluarga kecil pun segera pulang ke rumah. Menjelang kembali ke rumah, saya pun menyempatkan untuk membeli sebuah buku bernyawa novel yang berjudul “Sang Penjelajah Ilmu”. Buku serial tokoh pendiri ormas di Indonesia setebal 250 halaman terbitan Republika Penerbit (Jakarta, 2019) ini membahas tentang KH. Ahmad Sanusi, salah satu tokoh pendiri Persatuan Ummat Islam (PUI) yang berasal dari Sukabumi-Jawa Barat. Ya, karya jenial Vita Agustina ini merupakan novel biografi Kiai yang pernah menulis banyak buku ini. Dengan pendekatan yang humanis dan personal, novel ini tidak hanya menyajika kronologis sejarah yang pahit-manis, namun juga menyingkap gaya berpikir, nalar dan sisi romantis yang dikenal juga dengan Ajengan Cantayan atau Ajengan Genteng atau Ajengan Gunungpuyuh ini.

Beliau lahir pada 18 September 1888 dan wafat pada 31 Juli 1950. Beliau adalah tokoh Sarekat Islam dan pendiri Al-Ittahadiyatul Islamiyah (AII), sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan, sosial kemasyarakatan dan ekonomi. Pada awal Pemerintahan Jepang, AII dibubarkan dan secara berani beliau mendirikan Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII). Beliau juga pendiri Pondok Pesantren Syamsul Ulum, Sukabumi-Jawa Barat. Selain itu, beliau juga pernah menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tahun 1945. Beliau pun dikenal sebagai pendiri PUI sekaligus Bapak Republik.

Di atas segalanya, masa pandemi Covid-19 tak boleh menghalangi kita untuk membangun tradisi baca dan semangat membaca. Walau dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan, upaya untuk mengokohkan tradisi baca di lingkungan keluarga mesti terus digiatkan dan disemarakkan. Sebab mencerdaskan kehidupan bangsa tidak hanya mengandalkan pendidikan formal dan non formal, tapi juga pendidikan informal seperti keluarga. Sebab di sini anak-anak mendapatkan proses pendidikan yang pertama dan utama, termasuk membangun dan melanjutkan tradisi baca. Orangtua pun perlu menjadikan tradisi baca sebagai salah satu tradisi yang diprioritaskan, sehingga upaya membangkitkan semangat membaca di sebuah lembaga pendidikan termasuk di keluarga terus menggeliat, baik saat ini maupun di masa yang akan datang. (*)

Written by PUI Jabar

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *