Oleh Eka Hardiana

DALAM mukadimah Anggaran Dasar Persatuan Ummat Islam (PUI) disebutkan: “…Karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala telah dianugerahkan kepada manusia tanpa batas. Di antaranya nikmat taufiq dan hidayah. Taufiq merupakan nikmat Allah untuk memperoleh keridlaan dan hidayah-Nya. Adapun hidayah Allah hanya diberikan kepada manusia yang berlaku mujahadah(jihad). Kesiapan mujahadah tersebut harus dibina melalui usaha tarbiyah dan dakwah dalam jalinan silaturahim guna mewujudkan mu’amalah antara sesama manusia di atas prinsip-prinsip tauhidullah, ta’aruf, musawah, musyawarah, ta’awun, ukhuwah, tasamuh dan istiqamah…”

Amal da’awi (kerja dakwah) hanya menerima dan menampung orang-orang yang siap bekerja maksimal dan optimal dengan seluruh potensi yang dimilikinya. Medan dakwaj tidak menerima orang-orang malas. Harakah Islamiyah bukan tempat penampungan para pengangguran dakwah, orang-orang membicarakan dan menyuarakan Islam, namun tidak menindaklanjuti langkah konkret dengan dakwah, tarbiyah dan jihad fi sabilillah dengan waktu, pikiran, tenaga, harta dan nyawa.

Dakwah Islam adalah dakwah para Nabi, Shidiqin, Syuhada, dan Sholihin serta orang yang siap berjuang dengan harta dan nyawa untuk meraih surga dan keridhaan-Nya.

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.”(QS; At-Taubah:111).

Tugas aktivis dan kader PUI saat ini adalah membangun umat dan negara dengan dakwah, tarbiyah dan mujahadah (jihad). Umat tidak dapat dibangun dengan sisa waktu, tenaga, pikiran, harta dan kerja sambilan.

Setiap kader dakwah PUI dituntut berjuang menegakkan ‘izzul islam wal muslimin (Kejayaan Islam dam kaum Muslimin) dengan mengorbankan waktu, kesenangan, harta, nyawa, dan potensi lain yang dimilikinya.

Dakwah ini tidak menerima orang-orang yang berorientasi keduniaan, yang hanya memikirkan, istri, anak, jabatan, pangkat, kedudukan, rumah, rupiah, dan kendaraan mewah. Kejayaan Islam dan kemenangan dakwah tidak akan menjadi sebuah kenyataan kecuali dengan mujahadah (jihad), tidak ada mujahadah tanpa pengorbanan, dan pengorbanan yang diminta dari kader dakwah adalah pengorbanan yang tanpa batas.

 

Semangat Pengorbanan: Semangat Kader Dakwah

Imam Hasan Al Bana Rahimahullah dalam Majmu’atur Rasail menegaskan:

“Wahai ikhwah, ingatlah baik-baik. Dakwah ini adalah dakwah suci, jamaah ini adalah jamaah mulia. Sumber keuangan dakwah ini dari kantong kita bukan dari yang lain. Nafkah dakwah ini disisihkan dari sebagian jatah makan anak dan keluarga kita. Sikap seperti ini hanya ada pada diri kita, para kader dakwah dan tidak ada pada yang lainnya. Ingatlah dakwah ini menuntut pengorbanan. Minimal harta dan jiwa”.

Menyelami ungkapan di atas, begitu gamblang bagi kita, bahwa semangat pengorbanan merupakan semangat kader dakwah. Karena prilaku inilah yang mengantarkan kepada kemenangan dakwah. Semangat ini tidak boleh kendur, melainkan harus terus terpatri dalam sanubari setiap aktivis dan kader PUI agar tetap berkobar-kobar.

Tidak kendur, tidak rapuh, tidak pula redup lalu mati. Karenanya, semangat ini perlu diimplementasikan pada amal nyata bukan berkobar-kobar saja. Implementasinya pada lima kesemangatan yang menjadi agenda harian dalam diri aktivis dan kader PUI untuk menyongsong kemenangan.

 

1. Semangat Pengabdian.

Semangat pengorbanan ini akan selalu bersemayam manakala ia mengingat betul bahwa apa yang ia lakukan merupakan pengabdian kepada Allah SWT. Sehingga seluruh kontribusi bernilai ibadah. Ia memandang bahwa apa saja yang ia perbuat masuk dalam bingkai ibadah kepada Allah SWT. Semua itu akan senafas dengan firman Allah Ta’ala,”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS; Adz-Dzariyat:56)

 

2. Semangat Pelayanan.

Doktrin “nahnu khadimul ummat” (kita pelayan umat) mesti diingatkan kembali. Bahwa apa yang sedang kita lakukan adalah untuk kepentingan umat, kepentingan orang banyak. Semua kader perlu mengubah pola pikirnya, yakni tentang apa yang sudah ia berikan untuk umat?

Oleh karena itu, semangat pelayanan terhadap umat ini merupakan bagian sikap dari kader dakwah. Sikap ini tidak boleh mengendur karena betapa banyak hal yang dapat kita perbuat untuk umat. Siapa lagi yang akan berbuat kalau bukan kita yang memulainya.

 

3. Semangat Pembelaan.

Pengorbanan yang dilakukan kader dakwah adalah untuk membela banyak orang yang sedang menanti segala kontribusinya. Mereka menunggu-nunggu siapa yan membela untuk kepentingan diri mereka.

Belajarlah dari karyawan perusahaan obat yang mogok kerja. Manager mereka mengajak pergi ke rumah sakit untuk melihat bahwa banyak pasien di sana sedang membutuhkan obat yang mereka buat. Bila mereka mogok kerja, berapa banyak pasien yang akan meninggal dunia? Akibatnya, muncullah semangat ketekunan mereka untuk giat kembali bekerja.

Demikian pula pada kader dakwah. Mereka harus melihat pada lapisan masyarakat. Mereka sedang menanti uluran tangan kader dakwah yang mau membela kehidupan mereka.

 

4. Semangat Pembinaan.

Masyarakat luas selalu menjadi obyek penderita. Mereka selalu dibodohi segelintir orang. Karenanya, masyarakat luas harus dibina dan kader dakwahlah yang harus membina mereka.

Kenikmatan pembinaan jangan hanya dirasakan oleh kader dakwah, melainkan juga harus meluas ke kalangan yang lebih luas lagi. Maka, semangat pembinaan terus digelorakan. Tidak ada waktu luang kecuali untuk membina mereka. Sebagaimana yang dikenal dengan istilah Tarbiyah Jamahiriyah.

 

5. Semangat Pemberdayaan.

Banyak potensi di tengah masyarakat yang tersia-siakan karena tidak atau belum diberdayakan secara maksimal. Potensi itu harus dapat bermanfaat untuk umat ini. Ini hanya bisa kita dapati apabila kita berdayakan mereka. Semangat pengorbanan kader dakwah juga semangat untuk memperdayakan potensi umat yang terbengkalai ini. Dengan demikian, umat dapat kembali menikmati apa yang mereka miliki selama ini.
Siapa Yang Hendak Ikut Kami?

Hari ini adalah hari-hari perjuangan sekaligus sebagai hari-hari pengorbanan. Pengorbanan ini hanya akan dilakukan oleh mereka yang siap berada di garis terdepan dalam perjuangan.

Pada situasi seperti ini, kita harus buang jauh-jauh sikap umat Nabi Musa AS. Ketika diserukan kepada mereka untuk berjuang di barisan depan mereka menjawab: “…pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua, kami menanti di sini saja” (QS; Al-Maidah:24). Akan tetapi sikap siap yang mesti dilakukan adalah sikap siap sedia menyambut seruan perjuangan.

Akhirnya, mencuatlah pertanyaan besar. Siapa yang hendak ikut perjalanan kami? Jawabannya ada pada diri masing-masing aktivis dan kader dakwah PUI. Namun ada baiknya kita merenungi nasihat seorang ulama dakwah, Syaikh Muhammad Ahmad Rasyid:

“Sesungguhnya kami telah bangkit untuk meraih keagungan, sedangkan keterbelakangan telah berlalu dari kami. Kami telah merencanakannya, langkah ini menuntun kami untuk meraih kejayaan dan kemenangan. Maka majulah wahai saudaraku, sesungguhnya kafilah dakwah ini telah berjalan. Mereka telah berangkat untuk meraih kegemilangan. Sesungguhnya kemenangan itu hanya dapat diraih dengan tekad dan pengorbanan”.  Allahu A’lam.

 — Penulis Ketua Bidang Pembinaan Organisasi dan Koordinator Antar Daerah PW PUI Jabar

 

Written by puijabar

This article has 1 comment

  1. rudy Reply

    saya sangat ingin bergabung dengan PUI, karena saya melihat kebenaran di dalamnya, tapi saya masih sangat awam dalam hal keorganisasian, di tambah lagi di daerah saya(Lhokseumawe)belum ada organisasi ini, bolehkah saya bergabung? dan bagaimana caranya?

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *