Oleh: Syamsudin Kadir
Penulis Buku “Kalo Cinta, Nikah Aja!” dan Penggiat Forum Penulis PUI

Alhamdulillah hari ini Jumat 1 April 2022 saya bisa menghadiri undangan Pengurus Wilayah (PW) Himpunan Mahasiswa (HIMA) Persatuan Ummat Islam (PUI) Jawa Barat untuk menjadi narasumber acara Webinar yang dihadiri oleh delegasi HIMA Se-Jawa Barat dan dari kalangan umum. Pada kesempatan yang dihadiri juga oleh peserta alumni Training Intisab (TI) I Akbar Se-Jawa Barat yang diadakan oleh PW HIMA PUI Jawa Barat beberapa waktu lalu ini saya diminta untuk menyampaikan materi “Pentingnya Literasi dan Menulis” dan “Teknik Menulis Buku”.

Fokus materi dari materi yang saya sampaikan kali ini diantaranya, pertama, urgensi literasi. Literasi artinya orang belajar dan sarana atau media untuk belajar. Itu berarti literasi adalah proses belajar bagi seseorang untuk memanfaatkan potensi yang dimilikinya sebagai media untuk menghasilkan produk literasi. Secara sederhana, literasi adalah kemampuan dan keterampilan seseorang dalam hal membaca, menulis, dan berhitung dan berbicara serta memanfaatkan potensinya untuk menghadirkan karya positif dan bermanfaat sehingga mampu menyelesaikan masalah tertentu.

Literasi itu ada banyak jenisnya seperti literasi media, literasi digital dan literasi kepenulisan. Berliterasi itu sendiri sangat penting, sebab dengannya seseorang semakin tergerak untuk menambah pengetahuan dan wawasannya. Ia juga terdorong untuk banyak belajar sehingga terhindar dari berbagai informasi dan konten buruk bahkan hoax. Pada saat yang sama ia juga bakal termotivasi untuk menghadirkan konten positif dan konstruktif serta tidak terlibat pada berita yang meresahkan masyarakat luas. Sebab ia hanya fokus berkarya dan mempublikasikannya secara rutin.

Kedua, teknis dan praktik menulis. Belajar berliterasi memang mencakup banyak hal seperti tradisi baca, diskusi, berkarya dan publikasi karya. Namun satu tradisi yang sangat penting lagi adalah menulis. Betul bahwa membaca itu dapat menambah gagasan dan wawasan bagi siapapun yang suka membaca. Namun membaca saja tak cukup. Membaca mesti ditindaklanjuti dalam bentuk tradisi yang sepaket yaitu menulis. Maknanya, kalau seseorang ingin terjun ke dunia literasi itu berarti dia mesti mampu menulis atau menghasilkan karya tulis yang terpublikasi.

Kalau membaca berbagai buku atau tulisan para ahli atau para penulis hebat, kita bisa menemukan satu fakta bahwa teknis menulis yang paling baik dan apik adalah menulis itu sendiri. Maksudnya, menulis ya langsung praktik menulis, bukan sekadar mau menulis tapi benar-benar langsung menulis. Tulisan ini sebetulnya saya jadikan sebagai contoh konkret dari apa yang saya sampaikan pada forum Google Meet yang dihadiri 50-an peserta beragam latar dan asal tadi. Sebab kalau sekadar teori ini itu dan panjang lebar, semuanya bisa dibaca di buku atau dibaca di internet.

Hanya saja kalau seseorang hendak menulis artikel maka ia mesti melek pada isu-isu terkini atau yang aktual. Ia juga mesti banyak membaca berbagai sumber bacaan, dari buku hingga surat kabar bahkan berbagai media online yang akhir-akhir ini menjamur. Bila pun ia hendak menulis buku, maka ia mesti tentukan sendiri buku apa yang hendak ditulis, ilmiah atau populer? Bila buku ilmiah maka ia mesti menentukan fokus tulisan ya berdasarkan basis keilmuannya. Sementara bila ingin menulis buku populer maka ia mesti fokus pada isu yang menjadi konsentrasinya.

Namun demikian, baik menulis buku ilmiah maupun buku populer, pada dasarnya seseorang tetap disarankan untuk menyusun online atau kerangka buku yang akan ditulisnya. Selanjutnya, ia mesti fokus pada target dan timeline atau waktu yang sesuai dengan kemampuannya. Agar kontennya bergizi maka ia juga mesti banyak membaca karya orang lain yang membahas tema serupa. Lalu, mulailah menulis sehingga menjadi drafting awal. Langkah selanjutnya, ia menulis sesuai outline dan tuntaskan hingga selesai.

Ketiga, pentingnya penggunaan dan pemanfaatan media sebagai modal utama dalam berliterasi. Pada era perkembangan teknologi informasi dan komunikasi seperti saat ini, melek media adalah sebuah keniscayaan. Melek media bukan semata aktif melihat dan menggunakan media, tapi juga mampu menggunakannya secara produktif. Menjadi pengisi konten media adalah sebuah aktivitas yang terhormat dan bermanfaat di tengah hoax yang semakin menggila. Bukan saja memenuhi kepuasaan batin, dengan menjadi penggiat literasi media terutama media digital dan online juga seseorang bisa meraih materi tertentu.

Keempat, penggiat literasi perlu memiliki bekal yang cukup hingga sukses memproduksi karya tulis. Ia mesti punya ide atau gagasan, kokoh dalam berargumentasi, berupaya agar menulis dengan gaya bahasa yang mudah dipahami pembaca, fokus pada pembahasan yang sedang digarap, dan menggunakan kata dan tanda baca yang sesuai sehingga tidak membingungkan pembaca. Hal lain, ia juga memahami dunia penerbitan dan media massa atau media online. Sebab hal ini sangat menentukan karyanya apakah diterbitkan dan dimuat, atau sekadar menjadi pajangan di rumah atau laptopnya.

Kelima, semangat berliterasi mesti dibangun dari satu gerakan yang profesional dan produktif. Karena itu, dalam berbagai forum termasuk di forum HIMA PUI Jawa Barat ini saya mengusulkan agar segera dibentuk forum literasi yang benar-benar menggawangi tradisi ini. Praktisnya, silahkan bentuk tim khusus, susun platform gerakan literasinya, tentukan program prioritas, susun instrumen praktis yang bisa menghasilkan produk seperti tulisan artikel atau buku, dan perkuat di level publikasi. Atau paling tidak, silahkan aktif di berbagai forum penulis. Secara khusus di PUI sudah ada Forum Penulis PUI.

Keenam, menulis pada dasarnya aktivitas yang mungkin dan bisa dilakukan oleh siapapun. Semua hal pun bisa ditulis, tentang apa saja. Misalnya, apa yang dialami, dirasakan, didengar, dilihat, difikirkan, dipahami dan sebagainya. Tapi kuncinya tetap saja pada praktik, ya memulai menulis. Setebal apapun buku, sebagus apapun artikel, dan sekualitas apapun novel, percayalah bahwa semuanya berawal dari satu huruf pertama. Huruf jadi kata lalu jadi kalimat, paragraf dan begitu seterusnya. Jadi, bila seseorang ingin punya karya tulis apapun jenisnya, silahkan mulai dari huruf pertama.

Maka mulailah dari satu huruf pertama. Mulailah dengan ide dan gaya bahasa kita sendiri. Sebagai proses belajar silahkan mengutip dan mengikuti gaya bahasa penulis lain. Namun jangan terjebak di situ. Sebab ide dan gaya bahasa setiap orang itu khas dan berbeda. Titik beda itulah yang menjadikan tulisan kita berbeda dengan tulisan orang lain. Itulah pemantik atau magnet yang membuat pembaca jatuh cinta pada karya atau tulisan kita. Ingat, tulisan adalah pembuka jendela dunia bahkan pembentuk peradabannya. Akhirnya, saya menanti geliat literasi dan karya tulis HIMA PUI terutama HIMA PUI Se-Jawa Barat. Kalau sekadar teori dan mengeong, kucing pun bisa! (*)

Written by PUI Jabar

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *