Optimisme PUI Memimpin Umat dan Bangsa
Oleh: Syamsudin Kadir Penulis Buku "Persatuan Ummat Islam; Ide, Narasi dan Kontribusi untuk Umat dan…
Ilustrasi By Google |
Oleh: H. Eka Hardiana (Ketua I DPP PUI)
Salah satu sarana untuk mendidik jiwa di kalangan tabi’in adalah mengikis sifat bangga diri. Dengan itulah mereka mampu melukiskan kepada kita puncak ketawadhu’an
Di antara manusia ada yang menyangka bahwa dirinya adalah pusat pergerakkan alam ini, proses kehidupan yang seakan-akan dunia ini tidak bisa bergerak kecuali dengannya
Di antara mereka juga ada yang benar-benar telah berada di puncak ketinggian, namun diri mereka tidak pernah merasa tinggi karena mereka benar-benar mempelajari adab
Itulah pendidikan yang dijalani oleh generasi tabi’in sehingga mereka tidak pernah membanggakan diri dan justru selalu banyak kekurangan.
Salah seorang dari mereka berkata, “Barang siapa yang tidak merasa ada kekurangan pada dirinya maka justru dia penuh kekurangan.” (Sibaq Nahwa Al-Jinan, Dr. Kholid Abu Syadzi, halaman 20)
Atau, sebagaimana dikatakan oleh salah seorang pendidik yang datang setelah mereka, “Barang siapa yang memandang tinggi pada diri sendiri maka dia tidaŁ
k memiliki harga sedikit pun.”
(Al-Fathu Ar-Rabbani, Abdul Qadir Jailani, halaman 43)
Inilah wasiat seorang syaikh kepada muridnya yaitu agar mempelajari adab kepada diri sendiri, menganggapnya kecil, dan memiliki kekurangan sehingga menjadi kecil, namun di sisi Allah sangatlah besar dan agung. Apabila seseorang melihat dirinya mempunyai kedudukan sehingga sombong maka sesungguhnya ada penyakit yang tersembunyi telah merasuk pada dirinya dan musibah besar telah menimpanya.
(Kitab Lamhah Tarbiyah min Hayah At-Tabi’in, Asyraf Hasan Thabal) (Zoom)