Penulis: Yasir Muharram Fauzi

Pengurus Wilayah Pemuda Persatuan Ummat Islam (PPUI) Jawa Barat

Dosen Ma’soem University

 

Dimulai pada tahun 2015, Tanggal 22 Oktober merupakan tanggal yang begitu sangat berarti bagi kalangan lembaga keagamaan baik lembaga keagamaan yang berbasis organisasi kemasyarakatan Islam, maupun lembaga keagamaan yang berbasis Pondok Pesantren. Sebagaimana telah kita ketahui bersama, bahwa pada tanggal tersebut  di Negara Kesatuan Republik Indonesia diperingati sebagai “Hari Santri Nasional berdasarkan pada Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 tahun 2015. Bahkan, terbaru per tahun 2021 ini, pemerintah (ksekutif)  beserta  Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (Legislatif) sukses menerbitkan Undang-undang Pondok Pesantren yang salah satu unsur didalamnya santri.

Sejatinya, santri adalah para kader Ummat Islam yang sedang menimba ilmu di lembaga pendidikan keagamaan baik yang berbasis pondok pesantren maupun yang berbasis pada perkumpulan pengajian madrasah yang ada di setiap warga masyarakat tertentu. Keberadaan santri menjadi sangat prestisius dan urgen dikarenakan santri merupakan salah satu elemen sumber daya masyarakat yang kelak akan menjadi cikal bakal penerus estafeta kepemimpinan dimasa yang akan datang.

Berbicara santri juga tidak terlepas dari peran besar guru (ulama/kiyai/ustadz/ajengan) atau penggunaan istilah-istilah lain yang menyertai penyebutannya. Ulama mempunyai peranan yang sangat vital dan salah satu kelompok yang berperan besar dalam membangun sumber daya manusia yang unggul baik sebelum kemerdekaan Republik Indonesia tercinta ini maupun pasca kemerdekaan.  Dalam sejarahnya, ulama menjadi tokoh yang dengan lantang menentang adanya penjajahan di bumi pertiwi ini. Begitupun dalam segi penokohannya, sudah banyak dan tidak sedikit tokoh agama (dibaca ulama) yang gagah berani dan lantang berada digarda terdepan bersama para santrinya mengangkat bambu runcing untuk menentang segala bentuk agresi baik agresor belanda dengan voc-nya, maupun agresor jepang dengan bala tentara kekaisarannya.

Berdasarkan pada sejarah diatas, maka santri dan ulama merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya, diantara keduanya ada ikatan lahir yang mengikat juga ada ikatan bathin yang bertautan. Maka pantas ada perumpamaan: “dimana ada santri yang kuat, disitu ada ulama yang hebat. Santri akan terlihat kuat tatkala dididik, dibina, ditempa, dan diuji dalam lingkungan pendidikan keagamaan pondok pesantren yang berkarakter. Begitupun sebaliknya, ulama akan hebat manakala berhasil mendidik, membina, menempa, dan menguji santri dalam lingkungan keagamaan pondok pesantren yang berkarakter pula.

Hari Santri Nasional merupakan hari yang bersejarah dan kekinian ditransformasikan sebagai salah satu bentuk apresiasi Negara (nation) terhadap perjuangan dan kegigihan sumber daya manusia unggul dibidang ilmu agama sebagai bentuk pengejawantahan konsep moderasi beragama/Islam wasathiyah yang berpedoman pada jargon Islam Rahmatan lil ‘Aalamin” (terjemahnya: Islam sebagai Rahmat bagi semesta alam) dan berpedoman pada jargon Hubbul Wathon Minal Iman” (terjemahnya: Cinta tanah air sebagian dari iman).

 

NGAJI&NGAJI

Ngaji merupakan proses dari tahapan-tahapan membangun sumber daya santri yang diharapkan mempunyai output punya ilmu dan outcome bermanfaat bagi semesta alam (dibaca: Khairun Naas Anfa’uhum Linnaas). Konsep ngaji muncul dari ulama yang mempunyai santri baik santri ngalong (istilah sunda santri penduduk lokal yang pulang pergi rumah dan pondok) maupun santri yang sengaja datang dari satu tempat untuk mondok ditempatnya ulama dengan tujuan mengaji.

Konteks kekinian, ngaji diaplikasikan dalam berbagai bentuk dan kemasan yang bervariatif dengan tanpa mengesampingkan output dan outcome yang dicanangkan dan dicita-citakan bersama. Ngaji masa kini menjadi variatif dikarenakan perkembangan zaman yang menuntut sumber daya santri untuk mengikuti perkembangannya baik melalui unsur tekhnologi maupun unsur lainnya. Beberapa tahun kebelakang, Kementerian Agama (kemenag) melalui KUA-nya memunculkan konsep ngaji masa kini dengan tagline Maghrib Mengaji”. Hal ini dilatarbelakangi pada hipotesis (praduga awal) yang mereka (kemenag) selaku institusi negara yang bertanggung jawab dalam hal ilmu agama berkewajiban untuk mengedukasi generasi anak muda yang kelihatan sering bersantai-santai nongkrong di waktu senja sebelum maghrib bahkan sampai lepas larut malam yang mengarah pada kegiatan maksiat (dibaca: dosa). Belakangan, konsep maghrib mengaji juga dijadikan program kepala daerah untuk mengadakan kegiatan ngaji masa kini melalui kegiatan hybrid (online dan offline) lewat sarana media sosial kepala daerah yang bekerjasama dengan Kemenag setempat.

Konsep ngaji masa kini (tidak mondok) dengan tagline “maghrib mengaji” pada dasarnya sah-sah saja dan tidak ada yang mesti dipertentangkan, sepanjang tujuan utamanya adalah membentuk kader santri yang tangguh dalam ilmu agama dengan meng-optimalkan waktu setelah maghrib agar kader-kader muda penerus bangsa tidak terlena pada kesibukan tongkrongan semata yang belum tentu bermanfaat dan bisa jadi mengundang kemaksiatan menjelang malam.

 

Santri Digitalpreneur

Revolusi industri yang bermula dari 1.0 dengan penemuan mesin uapnya, 2.0 dengan energi listriknya, 3.0 dengan komputer dan robotnya, hari ini 4.0 dengan era digital berbasis internetnya memicu pada grand design perubahan mindset sumber daya santri untuk terus berkembang mengikuti arus dunia teknologi dari revolusi yang satu ke revolusi yang selanjutnya.

Di Jawa Barat, Gubernurnya yakni Kang Emil (Ridwan Kamil)  bergerak dengan program One Pesantren, One Product” nya mampu menyihir satu persatu bahkan ratusan pesantren untuk memanfaatkan usaha pesantren berbasis digital untuk ikut serta dalam pembangunan sumberdaya manusia dan usaha pesantren yang dikembangkan oleh santri dan stakeholder pondok pesantren lainnya. Bahkan informasi terbaru dan ter-update di bulan September yang lalu, Negara juga tidak mau ketinggalan melalui institusi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) yang dipimpin oleh Pak Sandiaga Salahuddin Uno dengan nama beken Papa Online bekerjasama dengan pengusaha-pengusaha yang notabene dulunya (dan kini) masih tetap santri (karena tidak ada istilah mantan santri) meluncurkan program yang berjudul “Santri Digitalpreneur” bertujuan untuk mengedukasi para santri agar melek ekonomi berbasis pemanfaatan teknologi.

Kaitannya dengan konteks kekinian, santri hari ini dituntut untuk tidak hanya sebagai pengguna (user) pasif saja dalam pemanfaatan teknologi seperti hanya memanfaatkan fasilitas chatting, bermedia sosial ria, kecanduan game bahkan game online saja, tetapi santri hari ini dituntut untuk ngaji melalui media online lewat kitab-kitab yang sudah dalam bentuk kitab elektronik (e-kitab).

Lebih spesifik lagi dalam hal perencanaan jangka panjang pasca mondok dari santri, santri dituntut untuk membekali diri tidak hanya bermodalkan ilmu yang ada di kitab dan ulama saja, akan tetapi proses menuju mata pencaharian duniawi dalam menunjang ilmu ukhrowi tersebut yang ditempa dari ngaji. Konsep santri digitalpreneur merupakan bekal bagi santri dalam memanfaatkan teknologi masa kini yang berbasis pada industri 4.0 dengan komputer/laptop dan media internetnya. Santri perlu dibekali untuk kemandirian ekonomi dalam semua aspek usaha dunianya. Dengan konsep santri digitalpreneur, santri diharapkan mampu untuk  menggali potensi teknologi yang bisa dimanfaatkan. Di bidang teknologi multimedia misalnya, santri bisa menimba ilmu desain grafis, kreator konten, membuat animasi 2D&3D, dan yang lainnya. Pengembangan dari teknologi tersebut akan berkembang nantinya ke arah pembuatan informasi pondok pesantren berbasis teknologi informasi, bahkan jikalau kelak santri tersebut sudah mukim ke tempatnya masing-masing, bisa mempraktekkan ilmu konsep santri digitalpreneur untuk mengamalkan ilmu sambil berwirausaha ekonomi apapun berbasis teknologi informasi.

Wallahu A’lam

 

 

Written by PUI Jabar

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *