H. Eka Hardiana
Oleh: H. Eka Hardiana

Ibnu Jarir di dalam Tafsir-nya meriwayatkan pendapat Ibnu Abbas tentang surat as-Sajdah ayat 21,

وَلَنُذِيقَنَّهُم مِّنَ ٱلۡعَذَابِ ٱلۡأَدۡنَىٰ دُونَ ٱلۡعَذَابِ ٱلۡأَكۡبَرِ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ

“Sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang besar (di akhirat), mudah-mudahan mereka kembali (kepada ketaatan).”
Bahwa makna azab yang dekat adalah musibah.

Musibah yang menimpa manusia sendiri bermacam-macam. 

Ada yang tampak, ada yang tersembunyi. Demikian pula dari sisi jenis dan kadarnya. Sebagian manusia diuji dengan musibah yang tidak tampak, tetapi sejatinya lebih besar jika dibandingkan dengan musibah yang tampak pada orang lain.

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengkhususkan dengan musibah yang demikian, karena hal itu lebih sesuai untuk menjadi penghapus dosanya. 

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا كَثُرَتْ ذُنُوبُ الْعَبْدِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ مَا يُكَفِّرُهَا مِنَ الْعَمَلِ ابْتَلَاهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ بِالْحُزْنِ لِيُكَفِّرَهَا عَنْهُ

“Apabila telah banyak dosa seorang hamba, dan ia tidak memiliki amalan yang menjadi penghapusnya, Allah ‘azza wa jalla mengujinya dengan kesedihan supaya dosanya terhapuskan.” (HR. Ahmad)

Kemampuan akal dan pemahaman manusia cenderung memahami keumuman sebab dan akibat. Itulah kelemahan sisi manusiawinya. Akan tetapi, Allah Subhahanahu wa Ta’ala memberinya akal yang mampu memikirkan apa yang tersembunyi dari musibah itu. Dengan akalnya, dia mampu memetik hikmah yang samar dan sebab yang tersembunyi. Oleh karena itu, semakin sering dia merenungkan hikmah ilahiah, dia akan mampu memahami perkara yang tidak mampu dipahami oleh yang lainnya, yaitu agungnya kelembutan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Di antara hikmah dari musibah adalah:

Pertama: Sebagai Peringatan

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَمَا نُرۡسِلُ بِٱلۡأٓيَٰتِ إِلَّا تَخۡوِيفًا

“Dan Kami memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakut-nakuti.” (al-Isra’: 59)

Qatadah rahimahullah menerangkan, “Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala menakut-nakuti manusia dengan tanda-tanda apa pun (bencana, petaka, pen.) yang Dia kehendaki. Mudah-mudahan mereka mengambil pelajaran, menjadi ingat kepada Allah subhanahu wa ta’ala, kemudian kembali kepada-Nya.”

Beliau menyatakan, “Telah sampai kepada kami berita bahwa pada masa Abdullah bin Mas’ud masih hidup terjadi gempa di Kufah. Beliau mengingatkan manusia dengan berkata, ‘Wahai manusia, sesungguhnya Rabb kalian meminta—dengan adanya bencana—agar kalian kembali kepada apa yang menjadi keridhaan-Nya. Maka dari itu, bertobatlah!’.”

Kedua: Hukuman

Alllah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

ظَهَرَ الْفَسَا دُ فِى الْبَرِّ وَا لْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّا سِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
(QS. Ar-Rum [30]: Ayat 41)

As-Sa’di rahimahullah berkata, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut, maksudnya mata pencaharian mereka rusak dan berkurang serta dan terjadi bencana alam. Diri mereka juga terserang penyakit, wabah, dan yang lainnya.

Semua itu terjadi karena kesalahan-kesalahan yang diperbuat oleh tangan mereka (sendiri), berupa perbuatan yang rusak dan merusak. 

Hal ini supaya mereka mengetahui bahwa Allah subhanahu wa ta’ala membalas amal perbuatan dan membuat contoh/pelajaran untuk mereka dari balasan amal mereka di dunia agar mereka kembali ke jalan yang benar.

Mahasuci Allah Ta’ala, Dzat yang menganugerahkan nikmat kepada hamba-Nya melalui cobaan-Nya serta memuliakan hamba-Nya dengan hukuman-Nya. 

Jika tidak, kalau saja Allah subhanahu wa ta’ala menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, niscaya Dia tidak membiarkan satu pun makhluk yang melata (manusia) di atas permukaan bumi ini.”

Ketiga: Penghapus Dosa

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

“Tidaklah menimpa seorang muslim suatu musibah berupa kesalahan, rasa sakit, kegundahan, kesusahan, gangguan dan tidak pula dukacita, sampai duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan dengannya dari kesalahan-kesalahannya.” 
(Muttafaqun ‘alaihi, dari Abu Said dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma)

و اللّٰه اعلم

Pamoyanan, 26 Rajab 1441 H / 21 Maret 2020 M. (ZOOM)

Written by puijabar

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *