Oleh: Nanang Mulyana (Dir. UPZ PUI Jawa Barat)
Kita tahu untuk menjadi seorang yang benar-benar ikhlas, dia harus diuji dengan segudang cobaan yang menimpa. Ikhlas merupakan kerelaan seseorang terhadap sesuatu yang menimpanya. Seseorang belum bisa dikatakan Ikhlas, apa bila orang tersebut masih menyebut-nyebut kebaikan apa yang ia lakukan, dan masih ingin mendapatkan pujian dari orang lain. Riwayat Abul Qasil Al-Qusyairi menyebutkan bahwa :[1]
“Ikhlas adalah sengaja meng Esakan Allah dalam ibadah. Dengan ibadah itu,ia maksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan karena lainnya. Seperti berbuat sesuatu karena mkhluk. Berbuat kebaikan yang terpuji di sisi manusia, suka dipuji atau lainnya yang bukan takarrub kepada Allah”.
Penjelasan atau pengertian yang disampaikan oleh Abul Qusyairi tentang ikhlas adalah, orang yang mengerjakan sesuatu yang tujuannya karena Allah bukan karena yang lainnya. Tidak bercabang, tidak ingin dipuji oleh manusia atau berbuat sesuatu karena makhluk. Hari ini, kita terkadang terjebak dengan postingan yang kita posting di media sosial yang ingin mendapatkan like, komentar dari orang lain. Jika kita memiliki rasa atau tujuan untuk itu, artinya apa yang kita share terkait nilai-nilai yang dianggap itu ibadah, maka sejatinya orang tersebut tidak ikhlas dan bisa jadi malah riya. Maka penting, ketika kita mengerjakan sesuatu diawali dengan niatan yang semata-mata karena Allah SWT. Sekalipun postingan kita tidak ada yang melike, mengshareatau berkomentar, kita tidak harus marah dan kecewa dalam diri kita. Poin penting dalam beramal adalah awali dengan niatan pekerjaan itu karena Allah SWT. Ciri dari karena Allah itu adalah, kita tidak berharap pahala, sanjungan, dari manusia/makhluk, tapi kita semata-mata karena Allah sebagai tujuan gerak langkah kita. Allahu Ghoyatuna (Allah adalah dasar dari pengabdian kami). Allah bima’na Muntaha, sehingga Allah menjadi tujuan tempat paling akhir manusia dalam berkeluh, meminta, sekaligus beribadah.
“ikhlas adalah memelihara diri dari ingin diperhatikan makhluk”.
Hal tersebut di atas diriwayatkan oleh Abu Ali Ad-Daqqaq, bahwa ikhlas tersebut memelihara dari rasa ingin diperhatikan oleh makhluk. Menurut Dzun Nun Al-Misra mengatakan, bahwa ada tiga ciri manusia yang ikhlas adalah:
“Ciri dari ikhlas itu ada tiga : Pertama ujian dan celaan orang sama saja bagi dirinya. Kedua, tidak riya dalam beramal ketika ia sedang melaksanakan amal itu. Ketiga, amal yang ia lakukan hanya berharap pahala di akhirat”
Allah SWT memerintahkan kepada manusia untuk ikhlas dalam melakukan aktifitas ibadah. Hal tersebut tercantum dalam Qs. Al-Bayyinah ayat 5, yaitu:
Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”.
[1] An-Nawawi,Al-Adzakar(Bandung: PT. Al-Ma’arif,1984),15-16.
(Zoom)