Tidak Mendahulukan Makhluk dari Sang Khalik، Laa Yuqaddamu al-Makhluk ‘Ala al-Khaliq (لا يقدم المخلوق إلى الخالق)
Oleh: Dr. Wido Supraha (Departemen Dakwah PUI Pusat)Materi ini membahas satu tema penting bahwa di…
Oleh: KH. Iman Budiman, M.Ag
(Ketua Umum DPW PUI Jawa Barat)
Isra Mi’raj itu merupakan sebuah peristiwa besar dan bersejarah dalam khazanah peradaban Islam. Isra Mi’raj adalah dua bagian perjalanan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dalam waktu satu malam saja. Kejadian ini merupakan salah satu peristiwa penting bagi umat Islam, karena pada peristiwa inilah beliau mendapat perintah untuk menunaikan salat lima waktu.
Beberapa penggambaran tentang kejadian ini dapat dilihat di surah ke-17 di Al-Qur’an, yaitu Surat Al-Isra ayat 1. Allah berfirman, “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Pada surat lain, tepatnya Surat an-Najm ayat 13-18, Allah berfirman, “Dan sungguh, dia (Muhammad) telah melihatnya (dalam rupa yang asli) pada waktu yang lain (13), (yaitu) di Sidratul Muntaha (14), Di dekatnya ada surga tempat tinggal (15), (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya (16), Penglihatannya (Muhammad) tidak menyimpang dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya (17), Sungguh, dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kebesaran) Tuhannya yang paling besar (18)”.
Isra Mi’raj adalah jawaban atas kesulitan dan kesedihan mendalam yang tengah dihadapi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sehingga dikaji dan dikenang oleh kaum muslim sebagai kenangan yang bersejarah dan indah. Isra Mi’raj sendiri terjadi pada tahun ke 10 dari kenabian. Selama 10 tahun lamanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalla berdakwah di Mekah berbagai rintangan dilaluinya bersama para sahabat-sahabatnya. Dari hal yang berupa hinaan dan cacian hingga penangkapan, siksaan, intimidasi, teror, hingga pembunuhan dan boikot ekonomi.
Adalah pamannya Abu Thalib, meski hingga akhir hayatnya tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, akan tetapi begitu gagah memberikan back up terhadap dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari berbagai sisinya. Dari sisi politik hingga sosial, di tengah rintangan berat yang dihadapinya. Dan, sang paman meninggal pada tahun ke 10 masa kenabian itu.
Selang beberapa bulan setelah meinggalnya sang paman, kisah pilu itu ditambah lagi dengan wafatnya sang istri tercinta yaitu Khadijah. Dialah wanita pertama yang beriman dan sekaligus menjadi salah satu tulang punggung dakwahnya dan memberikan back penuh dari sisi finansial dan psikologis.
Sudah menjadi pengetahuan dan menjadi mashur di kalangan umat Islam bahwa Khadijah adalah masuk jajaran wanita terkaya di kota Mekah pada zaman itu. Tapi ini sosok wanita kaya yang dermawan. Seluruh hartanya didedikasikan sepenuhnya untuk membantu perjuangan dakwah suami tercinta Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dalam berbagai kitab Sirah Nabawiyyah disebutkan bahwa tahun itu disebut sebagai “‘aamul huzni” yaitu tahun yang penuh dengan kesedihan. Dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditinggal wafat oleh dua orang yang tidak hanya sekedar dua sosok yang sangat akrab dengannya, akan tetapi mereka juga punya peranan yang sangat oenting dan strategis dalam perjuangan dakwahnya.
Di tengah situasi sulit dan berat yang berpadu dengan kesedihan yang sangat mendalam itulah kemudian Allah menghibur Sang Nabi melalui peristiwa besar nan agung serta di luar nalar akal manusia yaitu Isra Mi’raj, yang karenya ia disebut sebagai Mu’jizat al-Kubro.
Isra Mi’raj tidak sekadar hiburan semata, tetapi ia juga menjadi ujian bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya. Ia juga menjadi momentum titik balik perjuangan dakwahnya. Karena setelah peristiwa ini terjadi perjuangan dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memasuki babak barunya.
Di samping Shalat yang 5 waktu, sepanjang kisah perjalanan Isra’Mi’raj itu berkaitan tentang keagungan dan ke Maha Besaran Allah yang tiada bandingannya. Mulai dari kecepatan (speed) sepanjang perjalannnya, seolah menggambarkan pada kita tentang satuan waktu yang ditembus, sehingga melampaui dimensi dan ruang alam raya yang menjadi kecil dan begitu dekat.
Dengan peristiwa itu seolah ingin mengatakan pada kita bahwa sebesar apapun kesulitan hidup yang kita hadapi, maka kembalilah pada keagungan Allah Rabbul ‘alamin, insyaa Allah segalanya akan menjadi kecil dan mudah. Sehingga kita pun akan merasakan bahwa masalah tersebut tidak ada apa-apanya dengan kemahahebatan anugerah Allah, sebab kita memiliki Allah Yang Maha Besar.
Di Sidratul Muntaha, langit lapis ke tujuh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun menerima perintah shalat 5 waktu sebagai jawaban atas kesulitan dan kesedihannya. Sehingga shalat merupakan cara seorang hamba agar terlepas dari segala persoalan kehidupannya. Hati terasa sempit, jiwa yang kekeringan serta masalah berat yang tak kunjung usai, segeralah shalat dan bersujud pada Allah karena di situllah jawaban dan solusinya telah dipersiapkan.
Sehingga setelah Isra Mi’raj inilah kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan berbagau terobosan dakwah yang sangat hebat dan berani. Dimulai dengan mengutus da’i berdakwah ke Madinah yang disusul dengan hijrah, membangun infrastruktur ekonomi dan militer, hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi Penguasa penuh di Madinah dan puncaknya adalah Fathu Makkah atau penaklukan Mekkah tanpa pertumpahan darah.
Inilah diantara pelajaran penting dari peristiwa Isra Mi’raj itu. Sehingga kaum muslim mestinya tidak perlu berkecil hati atas apapun kondisi yang tengah dihadapinya. Sebab Allah sejatinya sudah menentukan segala hal dan bila pun hamba-Nya mengalami berbagai kendala dalam berbagai hal termasuk dalam upaya dakwah, maka sejatinya Allah jugalah yang membimbing sekaligus menyediakan solusi atau jalan keluarnya.
Untuk itu, betapa pentingnya bagi kita untuk melakukan pembelaan terhadap masjid Al-Aqsa yang hingga detik ini masih berada di bawah penjajahan Israel. Masjid Al-Aqsa tidak dapat dilepaskan dari peristiwa Isra’ Mi’ raj, dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada malam tersebut melakukan perjalanan dari Majidil Haram di Mekkah menuju Masjid Al-Aqsa di Palestina. Dan, Palestina yang di dalamnya terdapat masjid suci nan mulia itu hingga kini adalah satu-satunya negeri muslim yang masih dijajah oleh Israel. Sehingga sudah sepantasnya kita selalu menyisipkan dalam setiap munajat kita do’a terbaik agar Allah selalu memberikan keteguha pada saudara-saudara kita yang tengah berjuang di Palestina. (*) (ZOOM)
00.00 28 Rajab 1442 H