Membaca Ulang Nasehat TGH. Safwan Hakim
Oleh: Syamsudin Kadir Wakil Sekretaris Umum DPW PUI Jawa Barat dan Alumni Pondok Pesantren Nurul…
Oleh Drs. H. Djadja Djahari, M.Pd.
LIMA tahun terakhir, PUI di Jawa Barat telah menjadi sebuah kekuatan tersendiri, di antara ormas-ormas Islam besar, NU, Muhammadiyah, Persis, dan Matlaul Anwar. Ini sebenarnya menjadi hal yang sangat lazim, karena PUI itu lahir di Jawa Barat. Jama’ahnya dengan jumlah yang cukup besar dengan aset yang banyak juga di Jawa Barat. Jadi, sudah merupakan sunnatullah, karena PUI itu pituin, organisasi asli yang lahir dan besar di Jawa Barat.
Kalau kita merinci ormas-ormas besar yang ada sekarang ini, PUI adalah ormas asli yang lahir di Jawa Barat. NU lahir di Surabaya Jawa Timur. Muhammadiyah di Jogja. Persis di Bangil Jawa Timur. Oleh karena itu, PUI adalah satu-satunya ormas asli yang lahir dan berkembang di Jawa Barat.
Seperti halnya ormas-ormas lain, sekarang ini PUI Jabar menghadapi tantangan yang cukup banyak, di antaranya;
Pertama, dari segi Sumber Daya Manusia (SDM). Ini perlu adanya pembenahan-pembenahan di sana sini. Oleh karena itu, SDM di PW PUI khususnya dan SDM PD-PD pada umumnya, masih ada ‘campur aduk’, umpamanya ada yang menjadi pungsionaris parpol atau SDM birokrat.
Boleh-boleh saja kader parpol apa pun atau seoang birokrat menjadi pengurus PUI, tapi harus mampu menyeimbangkan kemampuan dirinya, untuk mengurus parpol dan mana untuk mengelola ormas.
Khusus untuk aktivis-aktivis PUI dari parpol, sebaiknya tidak menjadi pengurus inti di parpol apa pun, sebab ini akan menjadi ‘pabaliut’, di Parpol jadi pimpinan inti, di PUI juga menjadi ketua. Apakah jadi ketua PUI atau ketua Parpol? Jadi, jangan rangkap jabatan, di parpol dan di ormas, pabeulit.
Tapi kalau untuk kepentingan sesaat, seperti untuk kepentingan pemilu, itu sah-sah saja, namun kalau kepentingan ormas itu adalah sepanjang hayat.
Kedua, ormas termasuk PUI tidak boleh bergantung kepada birokrasi, walaupun kita dibiayai oleh birokrat. Kita tidak boleh terus bergantung kepada birokrasi walaupun kita dibiayai oleh APBD. Oleh karena itu, kita harus bisa berhemat anggaran dan menggunakan anggaran itu seoptimal mungkin.
Ketiga, pembenahan struktur PUI harus sudah bisa terbentuk sampai ranting-ranting, dan bisa bersinergi dengan ormas-ormas Islam yang ada dalam mengayomi umat Islam.
Keempat, bagaimana mengoptimalkan dana yang ada. Kita tidak boleh boros dalam menggunakan dana baik itu dari APBD maupun dari yang lainnya. ‘Saeutik kudu mahi, loba kudu nyésa’, sebab masih banyak hal-hal yangharus kita perjuangkan. Dalam ormas itu para pengurusnya rata-rata lebih banyak berkorban, ngantor dan lain sebagainya itu lebih banyak ‘ngodok’ sakunya sendiri, mengeluarkan biaya sendiri.
Kelima, harus lebih proaktif dalam menghadapi berbagai persoalan umat dengan bersinergi dengan ormas-ormas yang ada.
Agar militansi warga PUI terus membara dalam dirinya, kita harus terus-menerus menumbuhkembangkan kegiatan, berupa pengajian, kajian, pelatihan, dan training kaderisasi yang kontinyu. (Wawancara:Alma’/Majalah Intisabi).*
— Ketua Majelis Pertimbangan PW PUI Jabar