Dr. H. Engkos Kosasih, Lc., M.Ag

Oleh : Dr. H. Engkos Kosasih, Lc., M.Ag
(Ketua DPW PUI Jawa Barat)

Bencana Yang merusak
Berbagi peristiwa wabah itu telah menyebabkan terhentinya salat-salat berjamaah di berbagai masjid, termasuk pula Masjdil Haram. Hal ini telah banyak diketahui semua orang. Al-Azraqy dalam kitabnya “Akhbar Makkah” menyebutkan bahwa pintu masjidl haram bernama Pintu Bani Syaibah itu dikenal dengan sebuat pintu banjir. Ia mengatakan bahwa bisa jadi banjir telah menggeser posisi maqam Ibrahim dari tempatnya semula, sehingga pahatannya itu tepat berada di depan ka’bah”.

Ketika menjelaskan ayat 27 Surat al-hajj, Muhamad al-Muntasir Billah al-Kattany, ia berkata, “Beberapa tahun yang lalu disebutkan bahwa banjir pernah melanda masjidil haram sampai air pun menyentuh pintu ka’bah. Salat di masjdil haram pun dihentikan selama dua hari. Banyak orang yang takut melihat ka’bah yang tidak bisa bertawaf lagi di sekitarnya. Namun sebagian orang nekad bertawaf sambil berenang dan menyelam. Hal ini diikuti sebagian orang yang tidak bisa berenang sehingga mereka pun tenggelam dan tewas. Para pejabat Mekah akhirnya melarang tawaf karena membahayakan nyawa manusia”.

Muhamad al-Shabag al-Makky menyebutkan dalam kitabnya Tahsil al-Maram fi akhar Bait al-Haram” bahwa beberapa kali banjir menerjang masjdil haram yang menyebabkan terhentinya pelaksanaan salat, bahkan terkadang merusakan sebagian bangunan ka’bah. Hanya saja pelarangan ini tidak berjalan lama yaitu sekitar tujuh kali atau lebih saja. Diantaranya adalah banjir tahun 983 H yang mencapai tempat tawaf, bahkan mencapai atap ka’bah, air pun tergenang sehari semalam. Salat jamaah pun dihentikan selama 7 kali salat. Adapaun bencana di luar Mekah, Ibn katsir menyebutkan bahwa pada tahun 774 H, banjir melanda Bagdad samapi merusak pasar dan bangunan-bangunan penting. Mesjid-mesjid pun tidak bisa ditunaikan salat di dalamnya kecuali hanya 3 masjid. Ibn al-Fuwathy juga menyebutkan dalam kitabnya al-Hawadits al-Jami’ah’ bahwa Bagdad telah tenggelam oleh banjir pada tahun 653 H. “Akibat banjir banyak masjid yang rusak seperti masjid al-Manshur, sebagai mesjid pertama di bangun di Bagdad, masjid al-Mahdi di Rasafah, masjid al-Sultan, masjid al-Qasr, sebagian masjid di barat Bagdad dan yang lainnya. Tentu saja semuanya ini menyebkan pelaksanaan shalat berjamah dihentikan karenanya.

Al-Hasan bin Muhamad al-Shafdy menyebutkan dalam kitab “Nuzhatul al-Malik wa al-Mamluk” bahwa pada tahun 717 H banjir besar melanda kota Ba’labak Libanon yang menyebakan banyak masjid rusak dan salat berjamaah pun dihentikan. Ia juga menyebutkan bahwa akibat banjir, dimana-mana terlihat lengang, rumah-rumah rusak, harta benda pun banyak yang hanyut. Banyak juga orang dewasa, wanita dan anak-anak yang tewas terseret banjir. Banjir pun terus terjadi sampai melanda masjid al-A’dham sehingga banyak masjid yang rusak dan salat berjamaah pun dihentikan”.

Akibat Konflik Agama dan Etnis
Dalam sejarah islam, beberapa kali salat Jum’at dan salat berjamah itu dihentikan karena konflik antar pemeluk agama, sekte atau madzhab. Barangkali inilah sejelek-jeleknya penyebab terhalangnya salat berjamaah karena itu berarti menyia-nyiakan agama atas klaim agama pula. Contohnya adalah apa yang disebutkan Ibn katsir dalam Kitab al-Bidayah wa Nihayah tatkala menceritakan tragegi tahun 403 H. ia menyatakan, “Pada bulan Syawal, istri salah seorang pembesar Nasrani di Bagdad itu meninggal. Maka dilakukanlah upacara pemakaman dengan membuat iring-iringan besar sambil membawa salib, di siang hari. Sebagian kalangan Hasyimiyyin tidak senang dengan upacara itu sehingga anak-anak mudanya pun memukuli kepala sang pembesar Nasrani, Beidius. Ia pun segera membalas pukulan itu. Melihat adegan  itu, sontak kaum muslimin marah dan merangsek ke kerumunan jamaah Nasrani. Bahkan mereka pun segera mengepung gereja itu dan sebagian orang pun masuk dan menjarah segala barang yang ada di dalamnya. Akibatnya, orang-orang Nasrani se-Bagdad pun marah dbuatnya. Terjadilah konflik di Bagdad sehingga salat Jum’at dan salat berjamaah pun dihentikan. Sayang sekali, fitnah terjadi gara-gara ritual kecil lalu berubah menjadi konflik horisontal yang berakibat terjadnya pembunuhan, perampokan dan penjarahan di mana-mana. Itu semua mengakibatan terhentukan aktivitas keduniaan maupun keagamaan!”.

Hal serupa terjadi tatkala pecah konflik antara umat islam dan Yahudi di Bagdad sehingga menyebabkan terhentinya salat Jum’at dan salat berjamaah, di berbagai sudut kota Bagdad. Ibn katsir menyebutkan bahwa pada tahun 573 H terjadi konflik antara Yahudi dan komunitas Islam pinggiran. Tatkala hari Jum’at tiba, kerumunan muslim pinggiran ini melarang pelaksanaan salat Jumat di beberapa masjid, lalu mereka menjarah pasar parfum milik kelompok yahudi. Polisi pun tidak bisa berbuat banyak untuk mencegahnya”. 

Demikianlah, konflik Islam-Kristen telah menyebabkan terhentinya salat Jum’at dan salat berjamaah. Demikian konlik intrenal umat islam yaitu antara Syiah dan Sunni, telah banyak disinggung dalam sejarah kita. Ibn al-jauzy dalam kitab al-Muntadham menyebutkan peristiwa tahun 349 H bahwa  telah pecah konflik antara kelompok Syiah dan Sunni di Bagdad sehingga menyebabkan salat Jum’at tidak bisa digelar di berbagai masjid kecuali di sebuah masjid milik komunitas Syiah.

Bahkan pemberhentian salat berjamaah dan Jum’at pun pernah dihentikan karena konflik antar madhab akibat sifat fanatisme buta atas madzhabnya masing-masing. Ibn katsir pernah menyebutkan bahwa tahun 447 H telah terjadi konflik antar pengikut Asy’ariyyah dengan Hambaliyyah di Bagdad. Kelompok pengikut Hambaliyyah jauh lebih kuat sehingga dengan leluasa mereka melarang pengikut Asy’ariyyah untuk melaksanakan salat Jum’at maupun salat berjamaah.

Perang yang merusak
Penghentian shalat dan ibadah di berbagai masjid karena perang, tidak lantas menjadikan tanah haram juga terbebas dari tragedi itu. Tragedi pertama yang menimpa penduduk Madinah adalah tindakan represif terhadap penduduk Madinah tahun 63 H yang dilakukan pasukan Yazid bin Muawiyah. Al-Qadhi Iyyad dalam kitab Ikmal al-Maualiim bi Fawaid Muslim menceritakan bagaimana tindakan barbar pasukan Yaid di Madinah.”Tentara Yazid pun menyerbu Madinah dan membunuh siapa saja selama 3 hari lamanya. Beberapa sahabat dan anak-anak kaum muhajirin dan Anshar itu ikut terbunuh. Akibatnya salat di masjid nabawipun dihentikan selama tragedi itu terjadi”. 

Tragedi berdarah yang paling populer menimpa masjidil haram adalah tindakan Abu Thair al-Qaramity yang memimpin pasukannya membantai para jamaah haji di hari tarwiyyah pada tahun 317 H. ibadah haji pun dihentikan pada tahun itu. Ribuan orang dibunuh di dalam masjidil haram, hajar aswad pun dicabut dan dipindahkan ke daerah timur Saudi yaitu al-Ihsa. Imam Adz-Dzahaby dalam Tarikh al-islam mengatakan, “Akibat tragedi berdarah itu, wukuf di Arafah dibatalkan, termasuk pula kegiatan ibadah Jum’ah dan salat berjamaah”.

Tindakan keji kaum Qaramitah juga terjadi pada lain waktu. Sejarawan Abdul Malik al-Ashamy dalam kitab Samth al-Nujum al-Awaly mengatakan bahwa pada tahun 250 H, Pemberontak Syiah pimpinan Ismail bin Yusuf al-Akhyadhar yang dikenal dengan sebutan sang pembantai, itu masuk ke kota Mekah. Gubenur Mekah saat  itu pun melarikan diri. Ismail dan pasukannya pun mengepung rumah sang Gubernur lalu merampok seluruh isi rumahnya juga rumah-rumah di sekitarnya. Kemudian ia naik ke Ka’bah lalu menyobek kiswahnya dan juga perbendaharaan masjidil haram. Ia merampok mekah dan membakar sebagiannya. Setelah 50 hari menduduki kota Mekah, ia pun bergegas pergi.

Setelah itu, Ismail sang pembantai pun berniat menyerang kota Madinah. Di sanapun ia membuat kerusakan di mana-mana sehingga salat berjamaah dihentikan selama hampir setengah bulan. Kemudian ia kembali ke Mekah lalu mengepungnya sampai banyak yang mati kelaparan dan kehausan. Saat itu juga berbarengan dengan wukuf di Arafah, maka ia pun membunuh 1100 jamaah haji. Para jamaah haji pun melarikan diri dari Arafah sehingga tidak tersisa satu jamaah pun kecuali Ismail dan para tentaranya”.

Pengalaman pahit penduduk Madinah akibat kekejaman pasukan Ismail, juga terulang lagi tatkala dua pemberontak Syiah bernama Muhamad dan Ali, putra Husein bin ja’far al-Shadiq. Keduanya memimpin pasukan menyerbu Madinah tahun 271 H dan membuat kerusakan di dalamnya. Ibn katsir dalam al-Bidayah menyebutkan bahwa keduanya itu membunuh banyak orang, merampok semua harta. Akibatnya salat Juma’t dan salat berjamaah di Masjid Nabawi pun dihentikan”. Hal yang sama terjadi tatkala pecah Perang Duania Pertama. Pengarang kitab Muallimuu al-Masjid al-Nabawi ketika menjelaskan biografi Sykeh Alifa Hasyim yang saat itu ia adalah imam masjid nabawi. Tatkala pasukan Syarif bin Husein bin Ali mengepung Madunah, maka Gubernur Madinah bernama Fakhry Basya itu menjadikan masjid nabawi sebagai markas militer. Mimbar masjid pun dipaki sebagai menara pengintai. Hal ini mengakibatkan salat Jum’at dan salat berjamaah pun dihentikan karenanya. Adzan pun tidak pernah dikumandangkan dari mimbar untuk beberapa saat. (Zoom)

Written by puijabar

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *