Oleh: KH. Nurhasan Zaidi
Ketua Umum DPP Persatuan Ummat Islam (PUI)

JELANG bergantinya tahun, di usia yang ke-76 Indonesia merdeka cukup banyak capaian pembangunan fisik yang dilakukan. Pembangunan infrastruktur seolah menjadi strategi dalam memaknai pembangunan bangsa. Namun, kita harus mengevaluasi secara seimbang, bahwa pembangunan fisik tersebut harus juga diiringi dengan pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia atau SDM-nya.

Data yang dirilis World Economic Forum (WEF) di awal tahun ini, menunjukkan bahwa daya saing SDM Indonesia menempati peringkat ke-50 dari 141 negara di dunia. Posisi tersebut bila dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya, Indonesia jauh di bawah Singapura yang menempati urutan pertama dan juga kalah dibanding Malaysia yang berada di peringkat ke-27, serta Thailand yang berada di urutan ke-40.

Dari dimensi karakter, hasil survei karakter siswa Indonesia yang dilaksanakan Kementrian Agama tahun 2021 secara rata-rata menghasilkan angka indeks yang menurun dibandingkan hasil indeks tahun sebelumnya (2020). Lima dimensi yang dijadikan obyek survey yaitu religiusitas, nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan integritas. Di antara indikator tersebut, dimensi kemandirian siswa paling besar penurunannya.

Sebuah Refleksi

Gambaran tersebut sangat layak untuk dijadikan bahan refleksi dan muhasabah bagi seluruh komponen bangsa. Ada hal yang esensial yang harus segera kita benahi, bangun dan tumbuhkan yakni Sumber Daya Manusia atau SDM Indonesia. Kita mesti bahu membahu mengambil peran dengan melibatkan semua komponen, membina generasi Indonesia yang lebih baik.

Ormas Islam sebagai bagian dari Civil Society telah konsen memainkan perannya melalui gerakan pendidikan dan dakwah sejak jauh sebelum kemerdekaan. Sebut saja Persatuan Ummat Islam (PUI), Syarikat Islam (SI), Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Mathlaul Anwar, Persatuan Islam (Persis) dan lain sebagainya yang hingga kini masih terus eksis memberikan kontribusi besar dalam pembangunan bangsa.

Namun, berbeda zaman pasti berbeda tantangan, pastinya semua makin menantang dan semakin terbuka. Era disrupsi dan revolusi teknologi serta globalisasi informasi saat ini, belum lagi kondisi pandemi yang mau tidak mau merubah tatanan budaya dunia menjadikan tantangan tersendiri dalam pembangunan bangsa, khususnya ummat Islam Indonesia.

Kita harus membuat lompatan percepatan pembangunan ummat. Inovasi-inovasi dakwah dan pendidikan yang menyegarkan serta menginspirasi generasi hari ini harus segera kita rumuskan. Kita berpacu dengan waktu dan kesempatan di tengah arus perubahan yang begitu cepat. Harapannya bisa mempercepat kemajuan bangsa yang besar dan optimal.

Tantangan Indonesia di Masa Depan

Proses menuju negara modern, masih cukup banyak persyaratan yang harus dibenahi Indonesia. Pelaksanaan nilai amanah pembukaan UUD NKRI dan Pancasila yang konsekuen harus diakui masih belum dijadikan pijakan yang kuat oleh seluruh pihak. Padahal nilai-nilai tersebut adalah pondasi bagi kokohnya karakter, tingginya daya saing dan tangguhnya bangsa yang adil beradab, sebagai kunci Indonesia yang maju dan melesat.

Negara tetangga kita yang merdekanya bersamaan dengan negara kita Indonesia sudah tampak kemajuan yang signifikan. Indonesia sebagai Negara besar dan banyak penduduknya, memiliki pekerjaan rumah yang panjang. Namun, predikat maju itu bukan berarti tidak mungkin, kita bisa asal semua sinergis, fokus pada kemajuan bukan sibuk dan asyik mempersoalkan permasalahan yang bukan prinsip.

Senafas dengan itu, MUI dalam Munas yang diselenggarakan akhir tahun lalu (2020) telah menetapkan fatwa pijakan bagi ummat untuk kehidupan berbangsa dan bernegara, yakni “Meluruskan Arah Bangsa dengan Wasathiyatul Islam, Pancasila serta UUD NKRI 1945 Secara Murni dan Konsekuen”. Hal ini bermakna bahwa MUI bersama ummat dan pemerintah siap bersinergi membangun bangsa yang searah dengan ruh Pancasila, sekaligus membangun pemahaman ummat dengan Islam moderat yang Rahmatan Lil ‘Aalamiin.

Keprihatinan bagi kondisi Indonesia hari ini, dimana demokrasi dan politik selalu jadi panglima, padahal ruh Pancasila-lah yang harusnya menjadi panglima bukan hanya menjadi slogan belaka. Pijakan demokrasi yang cenderung liberal seakan menjadi budaya, demokrasi Pancasila yang kita cita-citakan seolah luntur tertutup hasrat berkuasa. Ironisnya pendidikan, sosial dan budaya kita belum kuat dan stabil di tengah hiruk pikuk dinamika politik demokrasi, ini tugas besar yang harus dituntaskan.

Evaluasi Kiprah Ormas Islam

PUI sebagai ormas Islam yang telah berdiri dan berkiprah lama di Indonesia, evaluasi harus juga kita lakukan. Seringkali kita disibukkan dan terjebak dengan agenda politik praktis, termasuk hanyut dalam agenda pihak-pihak tak bertanggungjawab yang memanfaatkan peran strategis ormas Islam sebagai salah satu unsur kekuatan bangsa. Ironisnya, disadari maupun tidak kecerobohan kita malah berdampak mendiskreditkan Islam itu sendiri.

Isu intoleran, rasialisme, moderasi (wasathiyah) beragama yang kebablasan, hingga mempersoalkan hari raya agama lain menjadi menu narasi yang selalu kita persoalkan tiap tahunnya. Padahal kita semua memahami bahwa persoalan aqidah dan muamalah bagi Islam dan tentunya Ormas Islam sudah jelas dan gamblang Allah berikan rambunya. Bahkan bagi pemeluk agama lain masalah ini bukan lagi sesuatu yang prinsip.

Kalaupun ada perselisihan dalam beragama, kita telah sepakat bahwa Wasathiyatul Islam menjadi solusi. Begitu pula tentang toleransi atas keragaman, kita telah berpengalaman, perubahan Tujuh Kata dalam Piagam Jakarta dan menjadi Sila Pertama Pancasila menjadi bukti. Maka, di sisi inilah kita harus berani berbenah, menahan diri, melapangkan dada dalam menyikapi perbedaan dan jeli membedakan skala prioritas yang tsawabit (prinsip yang mutlak) dan mutaghoyirot (fleksibel sesuai kondisi).

Ada peran kita yang lebih besar yakni bersama membangun negeri, menebarkan indahnya Islam dalam kuatnya pengetahuan dan keterampilan serta konsep diri yang matang sebagai ummat dan warga negara, dengan kekhasan dan khittah dakwah kita tentunya. Tanggungjawab dakwah, sosial serta pendidikan bagi generasi bangsa adalah peran utama dan prioritas kontribusi yang diharapkan dari kita oleh negeri ini.

Kita bangun bangsa ini dengan menyiapkan generasi terbaik yang memiliki keshalehan pribadi, keshalihan sosial dan keshalihan profesional. Inilah yang membedakan kita dengan bangsa lain, Indonesia yang konstitusinya memiliki ruh ketuhanan Yang Maha Esa (YME) dan kita telah menegaskan bahwa amanah kemerdekaan ini adalah “atas berkat rahmat Allah” yang harus selalu disyukuri dan dijaga untuk terus kita maju kembangkan. (*)

* Tulisan ini pernah dimuat pada halaman 4 Kolom Wacana Koran Radar Cirebon edisi hari Selasa 4 Januari 2022.

Written by puijabar

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *