Menggembirakan Kembali PUI
Oleh: Syamsudin Kadir Penulis Buku "Merawat Indonesia" dan Ketua Biro Media PUI Cirebon Persatuan Ummat…
Oleh: Syamsudin Kadir
Wakil Sekretaris Umum DPW PUI Jawa Barat dan Penulis Ribuan Artikel di Berbagai Surat Kabar dan Media Online, Serta 41 Buku Ber-ISBN
ARTIKEL merupakan salah satu bentuk karya ilmiah populer yang berbentuk opini atau wacana yang dibangun di atas argumentasi yang sederhana dan rasional, yang berkaitan dengan isu aktual yang menjadi fokus atau konsen pemilik tulisan. Ia merupakan sebuah medium sang penulis untuk mengungkap keresahan dan upayanya dalam menawarkan solusi atas apa yang terjadi di sekitarnya, atau apa yang sedang menjadi perbincangan masyarakat luas. Begitu paling tidak pengertian sederhananya.
Dengan menelisik pengertian semacam itu maka bisa dikatakan bahwa artikel adalah opini atau wacana yang berkaitan dengan isu-isu terkini, aktual, dan menjadi perbincangan masyarakat luas serta punya dampak bagi kemanusiaan. Titik tekan sebuah opini atau wacana adalah konsen dan pemahaman penulis itu sendiri. Kemampuannya dalam mengulas substansi dari apa yang sedang digarap atau dibahas ditopang oleh orsinalitas ide atau gagasannya, kemampuannya dalam berargumentasi dan kejujurannya dalam merujuk pendapat atau pandangan para ahli, atau juga ulasan penulis yang ahli dalam bidang yang berkaitan dengan tulisan yang sedang digarap.
Menjamurnya media massa seperti surat kabar ditambah lagi dengan media online yang tak terbendung merupakan peluang besar bagi para penulis pemula untuk mempublikasi tulisannya secara berkala. Bahkan tak sedikit surat kabar yang kini juga merambah ke media online sebagai penunjang publikasi dan bisnisnya. Dengan demikian, semestinya selalu punya alasan dan peluang bagi para penulis untuk mempublikasi tulisannya. Bahkan setiap organisasi masyarakat biasanya memiliki media tersendiri, terutama dalam bentuk majalah dan media online. Hal ini benar-benar momentum yang sangat tepat bagi penulis pemula, bahkan para tokoh dan penggiat berbagai organisasi masyarakat atau ormas untuk berkontribusi pada dunia literasi terutama tulis-menulis, apapun latar belakang sosial dan profesinya.
Walau begitu, tak sedikit yang masih kesulitan untuk mengirimkan tulisannya ke berbagai surat kabar dan media online. Alasannya beragam, dari kesulitan untuk memulai menulis dan tak ada ide yang perlu ditulis, hingga tidak berpengalaman dalam dunia kepenulisan dan tidak mengenal akrab dengan pemilik surat kabar dan media online. Termasuk tidak ada waktu, di samping masih adanya pandangan bahwa menulis di surat kabar dan media online itu tidak penting. Dan masih banyak alasan lain yang terkesan dibuat-buat, yang pada dasarnya hanya terjebak pada rasa malas.
Padahal bila kita mau jujur, siapapun sejatinya bisa menekuni dunia kepenulisan, sebab rerata orang biasa menulis setiap hari di akun media sosialnya masing-masing. Sebuah ruang dan momentum pembelajaran yang sangat berharga yang hanya tinggal diarahkan dan diperkuat dengan proses belajar agar bisa menghasilkan tulisan yang layak dipublikasi di surat kabar dan media online. Bahkan sejak kecil pun kita sudah kenal dan biasa menulis. Misalnya pada zaman kita masih di Sekolah Dasar, kita sudah akrab dengan tulis-menulis. Lalu selanjutnya pada saat kita di Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) bahkan kelak ketika kita menempuh pendidikan tinggi (PT) di Universitas tertentu, dan sebagainya, kita juga sudah akrab dengan dunia tulis-menulis.
Namun demikian, tak sedikit yang terhantui oleh berbagai hal yang menegangkan bahkan menakutkan. Salah satu momok yang menakutkan sebagian orang, terutama penulis pemula adalah artikelnya tidak diterima redaksi media yang pada akhirnya tulisan atau artikelnya tidak dimuat di surat kabar atau media online tertentu. Singkatnya, biasanya penulis pemula bahkan penulis berpengalaman juga masih saja terhantui oleh rasa takut atau khawatir bila saja artikelnya tidak dimuat di surat kabar dan media online. Termasuk rasa khawatir bahwa tulisannya tidak berkualitas dan tak layak dipublikasi.
Kondisi demikian ada benarnya, sebab tak sedikit yang sudah menulis dan mengirim ke berbagai surat kabar dan media online namun tulisannya tidak juga dimuat. Bahkan ada yang menulis puluhan atau ratusan tulisan namun tak satu pun yang dimuat. Naifnya lagi, redaksi media tidak memberi kabar perihal alasan tulisannya tidak dimuat, hal ini menambah rasa malas hadir begitu rupa. Redaksi media terutama surat kabar terkesan cuek atau tak peduli. Hal ini membuat semangat dan motivasi penulis pemula untuk menulis dan mempublikasi tulisan pun bisa saja semakin redup bahkan menghilang.
Tapi pada dasarnya, bila kita benar-benar ingin mengambil peran dalam literasi publik, termasuk mengenalkan organisasi, lembaga dan institusi dimana kita aktif, maka kondisi semacam itu tak boleh dijadikan alasan untuk tidak menulis. Malah kondisi semacam itu mesti dijadikan alasan untuk terus belajar dan menekuni dunia kepenulisan. Bila hal tersebut dianggap sebagai penghambat maka ia sejatinya batu-bata sekaligus pemantik terbaik agar kita semakin ulet dan giat. Seperti mencintai pasangan hidup kita, menulis juga butuh kesabaran. Bukan tentang benar atau salah, tapi tentang kemampuan untuk belajar menemukan kelemahan sekaligus kelebihan diri. Apalah lagi kita memiliki media online dan akun media sosial sendiri, maka rasa khawatir semacam itu nyaris tak berdasar kecuali rasa malas!
Untuk mengurangi rasa khawatir semacam itu, pada tulisan ini saya akan berbagi tips agar sebuah artikel bisa dimuat di surat kabar atau media online. Singkatnya, saya akan berbagi tentang cara atau langkah menembus tembok redaksi surat kabar atau media online. Pertama, gila atau aktif membaca berbagai surat kabar dan media online. Membaca adalah kunci utama menulis. Membaca bukan sekadar membaca buku, tapi juga karya tulis lainnya bahkan artikel lain yang membahas tentang atau yang beririsan dengan isu atau tema yang sedang digarap. Dengan membaca akan dengan sendirinya menambah stok pengetahuan pembacanya. Hal tersebut akan menjadi basis argumentasi sebuah artikel semakin solid, kokoh dan mudah dipahami oleh pembaca di luar sana.
Kedua, memahami bahasa jurnalistik. Setiap surat kabar dan media online memiliki visi-misi dan fokusnya sendiri. Mereka juga memiliki ciri khas dalam mempublikasikan berbagai artikel dan berita. Dengan memahami bahasa jurnalistik terutama diksi khas surat kabar dan media online maka akan mudah bagi kita untuk memahami surat kabar atau media online yang akan kita jadikan sebagai media partner untuk memuat atau mempublikasi tulisan kita. Pada titik ini hal yang bisa kita lakukan adalah sering membaca artikel yang pernah dimuat di berbagai surat kabar dan media online. Sebab dari situ kita biasa memahami trend media dan jenis tulisan yang senyawa dengan trend mereka.
Ketiga, sensitif atas berbagai isu. Modal penting penulis artikel adalah sensitif atas berbagai isu yang berseliweran di ruang publik. Penulis artikel pun berperan menjadi detektif berita atau isu-isu terkini yang menjadi perbincangan masyarakat luas. Sebab surat kabar dan media online biasanya hanya memuat ide-ide terkini, aktual dan relevan serta punya dampak luas bagi pembaca lintas sektor dan latar belakang. Atas dasar itu, kita pun diharapkan berlangganan membaca berbagai media, baik dalam bentuk surat kabar dan majalah maupun media online. Bukan sekadar membaca media, tapi menelisik lebih dalam tentang isu-isu yang menjadi bahasan media. Tentu bukan sekadar menelan secara membabi buta isu media, tapi juga membacanya secara kritis.
Keempat, memiliki prespektif. Setiap tulisan biasanya dibangun di atas argumentasi. Itulah yang menjadi nyawa bagi terbangunnya sebuah prespektif bagi seorang penulis. Kuncinya adalah banyak membaca referensi dan pendapat para ahli yang menguasai atau pakar dalam tema atau isu yang sedang digarap. Penulis yang baik adalah penulis yang tidak mudah terkecoh dengan sebuah trend media. Sebab media memiliki “isme” tersendiri. Baik bernyawa ideologis dan politis maupun yang bernyawa ekonomis dan bisnis. Di sini seorang penulis mesti memiliki kemampuan memahami teks sekaligus konteks media. Dengan demikian, penulis bukan sekadar menulis tapi juga memahami apa yang ditulis dan media yang menjadi patnernya.
Kelima, rajin silaturahim dan mengenal redaksi media. Hal ini memang terlihat sepele dan mungkin oleh sebagian orang masih dianggap tak perlu. Tapi percayalah, hal ini menjadi salah satu langkah praktis yang membuat artikel bisa dimuat di surat kabar dan media online. Sederhana saja, bagaimana mungkin redaksi memuat sebuah tulisan bila penulisnya tak dikenal. Karena menulis bukan sekadar tentang keterampilan, tapi tentang otoritas, konsen dan moralitas publik. Tentu hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi penulis pemula. Namun dengan niat baik, orientasi positif dan proses belajar yang terus menerus maka akan dengan sendirinya kalangan media juga bakal memberi ruang sebagai sebuah apresiasi.
Pada akhirnya, menulis itu adalah aktivitas yang bisa ditekuni oleh siapapun, apapun latar belakang dan konsennya. Apalah lagi di era maju pesatnya dunia informasi dan komunikasi ini, menulis adalah pilihan yang menarik dan bisa ditekuni. Para pengurus di berbagai organisasi kemasyarakatan atau ormas, pengiat pendidikan seperti akademisi dan guru, aktivis LSM dan organisasi kepemudaan juga mahasiswa, aktivis organisasi kewanitaan dan entrepreuner beragam konsen pun sejatinya bisa menekuni aktivitas kepenulisan. Bahkan bila sebuah organisasi, lembaga dan institusi ingin berkembang sekaligus mengalami kemajuan dahsyat maka para pengurus dan penggiatnya mesti memastikan dirinya untuk menulis setiap hari dan mempublikasikannya setiap hari di beragam media, baik surat kabar dan majalah maupun media online, bahkan media sosialnya.
Sungguh, menulis adalah kerja sejarah dan bakal menyambungkan sejarah lintas generasi, kini dan di masa yang akan datang. Menulis pun sejatinya bukan untuk gagah-gagahan, tapi untuk menyambungkan berbagai kebaikan pada setiap hati manusia. Berbagai media yang hadir di depan kita bahkan bersama kita adalah anugerah yang Allah berikan secara gratis kepada kita agar semakin giat dalam menebar kebaikan dan mencerahkan masyarakat luas. Singkatnya, semakin banyak menulis insyaa Allah semakin banyak manfaat. “Sebaik-baik manusia adalah yang banyak manfaat bagi manusia lainnya” begitu pesan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam pada sebuah haditsnya. Bila ada hati yang terketuk dan segera menulis, kita berharap semoga niat baik dan semangat kita untuk menulis selalu terjaga serta mewujud dalam bentuk karya nyata yang terbaca! (*)