Optimisme PUI Melahirkan Mujadid Abad Kedua
Ahad 2 Januari 2022 terselenggara acara gebyar rangkaian Puncak Peringatan Milad Persatuan Ummat Islam (PUI)…
Oleh: Syamsudin Kadir
Penulis Buku “Persatuan Ummat Islam; Ide, Narasi dan Kontribusi untuk Umat dan Bangsa”
Persatuan Ummat Islam (PUI) adalah salah satu organisasi berbasis massa Islam yang lahir pada 21 Desember 1917. Pendirinya adalah tiga tokoh besar Indonesia yaitu KH. Abdul Halim, KH. Ahmad Sanusi, dan Mr. R. Syamsuddin. Pada 21 Desember 2021 lalu, PUI genap berusia 104 tahun. Sebuah perjalanan panjang yang terbangun oleh pengalaman dan sepak terjang yang konkret bagi umat dan bangsa. Tidak heran bila KH. Abdul Halim ditetapkan sebagai salah satu Pahlawan Nasional beberapa tahun lalu.
Kini dan ke depan PUI perlu meningkatkan semangat dan produktifitas dalam mengokohkan dakwah PUI. Diantara hal penting yang perlu kita perkuat ke depan diantaranya adalah beberapa hal berikut ini. Pertama, perdalam khitah dakwah. PUI adalah organisasi dakwah Islam yang fokus bergerak dalam bidang dakwah, pendidikan dan sosial. Selain itu, PUI juga memberi perhatian pada bidang lain yang berurusan dengan pengembangan dan kemajuan umat. “Khitah PUI adalah pedoman dasar dalam berjamaah dan bermasyarakat”, ungkap KH. Nurhasan Zaidi Ketua Umum PUI pada sebuah pertemuan.
Kedua, perkokoh ukhuwah keumatan. PUI adalah organisasi yang dibangun di atas ukhuwah islamiyah yang kokoh. Al-mahabatu syia’aruna, cinta adalah lembang syiar kita atau PUI. Demikian salah satu poin penting dalam Intisab PUI. Dengan demikian, kita memiliki tanggungjawab untuk menjaga hubungan baik dengan sesama atau di internal. Termasuk hubungan baik dengan elemen selain PUI. “Mencintai umat ini mesti menjadi prioritas dan terwujud dalam aksi ril”, lanjutnya.
Ketiga, transformasi ke-Indonesia-an dengan nilai-nilai Islam. Negeri ini adalah negeri muslim terbesar di dunia. Pendirinya adalah para ulama atau tokoh muslim yang memiliki karakter unggul dan pejuang sejati yang tak bisa diragukan lagi peran dan kontribusinya. Tanah air kita ini adalah warisan terbaik yang dibangun di atas darah dan nyawa para ulama, termasuk para pendiri atau ulama PUI. “Para tokoh kita dulu berjuang demi tegaknya Islam. Walau pun kemudian ada kompromi, sehingga diksi syariat Islam dalam Pancasila ditiadakan, namun tetap menjadi ruh Pancasila”, ungkapnya dalam sebuah pertemuan di Bapermin, Majalengka beberapa waktu lalu.
Keempat, perkuat literasi organisasi. Salah satu warisan penting yang diwariskan oleh para PUI pada kita adalah tradisi literasi. KH. Abdul Halim adalah sosok yang memiliki karya tulis dalam beragam tema. Begitu juga KH. Ahmad Sanusi, beliau menulis banyak kitab. Dua sosok ini saja sudah menjadi motivator dan inspirator terbaik bagi kita bahwa PUI ini sejak lama sudah melek literasi. “Kiai Abdul Halim dan KH. Ahmad Sanusi adalah sosok ulama yang cerdas dan melek pada agenda keumatan dan kebangsaan. Mereka memiliki tradisi literasi yang kuat”, ungkapnya pada saat bersua saya di sebuah hotel di Kota Cirebon.
Dakwah adalah agenda sepanjang hayat kita. Keterlibatan kita di PUI merupakan bagian dari wujud kontribusi dakwah kita. Berbagai aktivitas kita perlu diarahkan untuk memperkuat peran dan kontribusi dakwah PUI bagi umat dan bangsa. “Dakwah ini milik kita, milik kolektif. Kita perlu saling memperkuat dan memperkokoh berbagai peran kita, terutama sebagai generasi PUI”, tegas tokoh yang akrab dengan berbagai kalangan ini.
Di atas segalanya, gerakan dakwah adalah sebuah lakon yang sangat menentukan masa depan umat dan bangsa ini. Kontribusi kita pada organisasi mesti diisi oleh semangat keislaman, sehingga seluruh aktivitas yang kita lakukan bernilai amal Soleh dan memiliki manfaat sekaligus dampak bagi umat juga kemajuan bangsa. Apa yang dilakukan oleh PUI selama 104 tahun ini adalah perjalanan yang penuh pengalaman yang membuat kita lebih dewasa dalam menjalankan peran dan kontribusi sosial. Semoga ke depan langkah kita semakin kokoh dan kontributif bagi peradaban! (*)