Kisah Cinta Sejati Rasulullah Saw
DR. Hj. MunifahOleh: DR. Hj. MunifahKisah indah Nabi Muhammad SAW dan Siti Khadijah RA. selalu berkesan…
Oleh: Syamsudin Kadir
Wakil Sekretaris Umum DPW PUI Jawa Barat, Penulis Buku “Persatuan Ummat Islam; Ide, Narasi dan Kontribusi untuk Umat dan Bangsa”.
HARI ini Sabtu 27 November 2021, saya mendapat kesempatan untuk menjadi salah satu narasumber acara Webinar “Workshop Public Relation Chapter 2” yang diadakan oleh Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Persatuan Ummat Islam (PUI) Propinsi Jawa Barat melalui Bidang Humas dan Media. Pada acara yang diadakan secara hibrid (ofline dan online) ini mengangkat tema “How To Be Productive Writter”. Sebuah tema yang bukan saja menarik tapi juga kerap digandrungi oleh anak-anak milenial dua dekade belakangan ini.
Pada acara yang dimulai pukul 09.00 hingga 15.30 WIB ini saya mendapatkan kesempatan untuk mengisi acara pada pukul 09.30-11.30 WIB menyampaikan materi “Menuangkan Ide Menjadi Tulisan”, dengan fokus bahasan diantaranya: mengapa kita harus menulis?, apa yang harus ditulis?, bagaimana sebuah ide menjadi tulisan, dan kiat menjadi penulis produktif. Sementara senior saya Pak Asep Syamsul Romli (Akademisi UIN Bandung, Aktivis ICMI Jawa Barat, dan Pemerhati Media) mengisi dari pukul 12.30-selesai dan membahas tentang “Unsur dan Jenis Penulisan”, dengan fokus bahasan: unsur-unsur dalam sebuah tulisan, jenis-jenis tulisan, tulisan yang ‘menggerakkan’ rasa dan semangat, dan penulis yang menjadi tokoh dunia.
Perihal alasan dan orientasi menulis bisa kita temukan di berbagai sumber bacaan. Misalnya, bisa kita baca di banyak di media online, termasuk blog pribadi para penulis atau penggiat literasi lintas kota. Ada yang menulis karena tujuan bermanfaat bagi banyak orang melalui penyebaran ilmu, informasi dan kisah inspirasi. Ada juga yang menulis karena ingin berbagi cerita atau pengalaman hidup, atau ingin memotivasi sekaligus menginspirasi, dan ada juga yang menulis karena ingin menjelaskan sesuatu agar menjadi diskursus, dan masih banyak lagi alasan lainnya.
Materi atau konten yang ditulis pun ada begitu banyak, sesuai minat dan selera masing-masing orang. Temanya pun beragam, dari keagamaan, sosial-politik, pendidikan, ekonomi, kesehatan, psikologi, budaya, sejarah, adat istiadat, pariwisata, lingkungan hidup, entrepreneurship, olahraga, keperempuanan, hobi, kecantikan, fachion, percintaan, keluarga, keorganisasian, manajemen, kepemimpinan dan sebagainya. Bentuk dan jenisnya beragam pula, dari artikel, cerita pendek dan puisi hingga buku dan paper untuk jurnal ilmiah.
Cara menuangkan ide pun sederhana saja, tinggal menulis apa yang terlintas dalam pikiran, apa yang dilihat, diamati, didengar dan dialami. Bahkan tentang apa yang diperjuangkan. Atau bisa juga tentang apa yang dilakukan ke depan, tentang dinamika sosial masyarakat, kritik sosial dan kebijakan publik, dan masih banyak lagi yang lainnya. Singkatnya, khususnya pemula, tulislah tentang apa saja, sebebas-bebasnya. Nanti bila sudah terbiasa menulis akan dengan sendirinya mampu menyeleksi mana yang perlu ditulis dan mana yang tidak perlu. Atau biarkan nanti pembaca yang akan mengoreksi tulisan kita. Bila pembaca mengoreksi itu merupakan motivasi gratis agar kita semakin berbenah diri dan memperbaiki tulisan ke depannya.
Menjadi penulis produktif tentu sebuah prestasi yang membanggakan. Namun untuk mencapai posisi itu butuh proses belajar dan latihan yang panjang. Butuh kerja keras, kesungguhan, ketelatenan dan latihan terus menerus. Dan tentu saja waktu yang tak sedikit Rerata mereka yang produktif menulis adalah mereka yang memiliki tradisi membaca yang kuat. Sebab dengan membaca membuat ilmu pengetahuan bertambah banyak dan wawasan pun bertambah luas. Memaksa diri untuk membaca tulisan orang lain, seperti buku, artikel dan sebagainya adalah cara paling ampuh untuk mencapai level ini. Sediakan waktu khusus, tentukan target, dan beranilah untuk membeli buku, dan membaca karya orang lain.
Pokok bahasan dari dua materi tersebut pada dasarnya bisa dibaca di berbagai tulisan, baik buku maupun tulisan lepas di media online juga media sosial. Siapapun bisa mendapatkannya secara gratis tanpa mengeluarkan uang dan menghabiskan waktu yang banyak. Cukup membuka internet atau aktifkan handphon (HP), buka internet lalu ketik pokok bahasan yang hendak dicari, tanpa menunggu lama judul serupa bakal muncul dan bisa dibaca langsung. Intinya ya, era ini ada era serba mudah dan gratis. Mudah kan?
Mengapresiasi acara yang digawangi Bidang Humas dan Media DPW PUI Jawa Barat dan dimoderatori oleh Kang Jumadi (Wakil Sekretaris Umum DPW PUI Jawa Barat) ini, saya ingin menegaskan bahwa dunia kejurnalistikan dan kepenulisan perlu diminati oleh organisasi berbasis massa Islam seperti Persatuan Ummat Islam atau PUI. Termasuk menulis di berbagai media massa seperti surat kabar dan majalah, serta media online. Bahkan majalah Intisabi edisi digital yang segera meluncur atau publikasi. Sebab dengan menulis, maka ide atau gagasan tokoh PUI bisa dibaca dan dipahami oleh berbagai kalangan. Apa saja agenda dan fokus kegiatan PUI pun bakal bisa diketahui juga diikuti oleh masyarakat luas.
Saya mengafirmasi ungkapan Bang Hendra Gunawan selaku Ketua Bidang Humas dan Media DPW PUI Jawa Barat pada sambutannya pada saat membuka acara kali ini, bahwa tradisi menulis merupakan tradisi para tokoh pendiri PUI: KH. Abdul Halim, KH. Ahmad Sanusi, dan Mr. R. Syamsuddin. KH. Abdul Halim, misalnya, menulis seputar fiqih ibadah dan muamalah juga pendidikan. Lalu KH. Ahmad Sanusi menulis tafsir, fiqih, muamalah dan sebagainya. Singkatnya, menulis adalah tradisi unggulan para tokoh pendiri PUI yang perlu kita hidupkan kembali di era ini.
Apalah lagi di era perkembangan dan kemajuan teknologi informasi sekaligus komunikasi ini, menulis perlu mendapat perhatian khusus di internal PUI. Dokumentasi perihal perjalanan sejarah dan gagasan para tokoh PUI perlu dielaborasi dengan baik melalui tradisi menulis, sehingga bisa dipublikasi sekaligus dibaca oleh masyarakat luas. Dengan menulis, maka dokumen penting PUI terutama sejarah perjuangan, napak tilas serta ide atau gagasan para tokohnya bakal terjaga dan terwariskan dengan baik kepada generasi berikutnya, bahkan bisa menjadi rujukan masyarakat luas dan para peneliti nasional dan internasional.
Kalangan muda PUI perlu mengambil peran lebih di ranah media, terutama untuk mengembangkan dan memajukan media PUI. Kita perlu banyak belajar dari beberapa ormas Islam yang jumlah anggotanya masih sedikit, tapi setiap anggotanya menjalankan fungsi produksi dan publikasi ide atau gagasan. Hal ini menjadi pemantik agar kita semakin tergerak dan berkontribusi menjadi apa yang saya sebut sebagai “Juru Bicara Ketiga” PUI setelah Ketua Umum dan Bidang Humas atau fungsi serupa, terutama melalui jalur kepenulisan. Semoga ada yang tertantang dan tergerak jiwa sekaligus jarinya untuk segera menulis dan mempublikasi tulisannya ke berbagai media massa dan media online, terutama media yang dikelola oleh PUI. Kalau bukan sekarang kapan lagi, kalau bukan kita siapa lagi? Ingat, kita mesti menulis tentang sejarah kita sendiri, jangan titipkan pena sejarah pada siapapun! (*)