fauzan jaenuriOleh H.M. Fauzan Jaenuri

Biro Da’wah Pimpinan Wilayah PUI Jawa Barat dalam bulan Ramadhan sekarang ini lebih menekankan kepada muhasabah di kalangan keluarga Besar PUI di Jawa Barat. Ini tahunnya muhasabah.

Pertama, muhasabah dalam konteks Ishlahu Aqidah. Sudah sejauh manakah kader-kader PUI dalam menanamkan akidahnya? Apakah sudah betul-betul lurus, dalam arti betul-betul Allohu ghoyatuna, hanya Alloh saja tujuan dan puncak pengabdian kita, bukan jabatan, harta dan bukan pula materi atau yang lainnya.

Kedua, muhasabah dalam konteks ibadah. Dalam konteks ibadah ini, para kader PUI dituntut untuk bisa lebih jauh menjadi seorang muttabi’, jangan menjadi seorang muqollid. Kader-kader PUI diharapkan dalam beribadahnya itu minimalnya menjadi seorang muttabi’, yaitu mengikuti pendapat para ulama salafushsholihin dengan mengetahui dalil al-Quran wa as-Sunnah yang digunakannya, metodologi yang digunakannya dan juga implementasi dalam arti Tathbiq al ahkam yang ditetapkan oleh para ulama.

Jadi, para kader PUI itu minimalnya seperti itu, sehingga jangan sampai mengikuti seseorang itu dengan tidak mengetahui dalil al Quran dan Sunnah Rosululloh SAW yang shahih, termasuk metodologinya yang tidak jelas sehingga taklidnya menjadi taklid buta.

Diharapkan, para kader PUI itu supaya memahami ke arah sana, sehingga kearifan dalam pemahaman fikih itu betu-betul akan muncul. Jadi, aspek toleransi, aspek at tasamuh, dalam menyikapi, menghargai perbedaan pendapat di kalangan para ulama, atau para kader PUI yang berbeda dalam hal-hal kecil atau masalah furu’iyah, itu tidak dipersoalkan, tidak seperti di ormas-ormas lainnya.

PUI itu betul-betul harus menjadi perekat, yaitu dalam arti ukhuwah umat itu harus betul-betul tercipta. Namanya juga Persatuan Ummat Islam. Karena Persatuan Umat Islam, maka aspek toleransi, aspek attasamuh itu, harus betul-betul ditonjolkan.

Di samping itu, dalam kaitannya dengan Ramadhan ini, yaitu yang ada kaitannya dengan masalah hisab rukyat. Alhamdulillah, PW PUI Jawa Barat telah mengadakan diklat Hisab Rukyat se-Jawa Barat.

Dalam Diklat Hisab Rukyat itu ada tiga materi yang ditonjolkan.

Pertama, arah kiblat, betapa banyaknya masyarakat yang menganggap enteng terhadap arah kiblat ini, padahal arah kiblat itu sangat penting sekali untuk dipahami, terutama di rumah-rumah. Oleh karena itu, para kader PUI diharapkan bisa melaksanakan sholat itu betul-betul dengan memahami arah kiblatnya secara benar.

Kedua, metoda hisab waktu sholat,  jadi hisab untuk menentukan waktu sholat dan sudah selesai dengan baik.

Ketiga, masalah Hisab Rukyat yaitu ketika datangnya waktu Ramadhan. Wacana tentang datangnya Ramadhan, di PUI itu banyak sekali para muhasib atau ahli-ahli yang menghitung dan bersama-sama beramal, yaitu dalam menghitung ketentuan Ramadhan, akan tetapi untuk keputusannya dan bisa di informasikan serta disosialisasikan ke para jama’ah itu PUI sangat menghargai keputusan pemerintah.

Jadi, insya Allah hasil keputusan PUI ini akan dikirim kepada pemerintah dan nanti akan mengikuti putusan dari pemerintah,karena PUI itu menganut mazhab ishlah. Tujuan syari’at itu untuk kemaslahatan.

Kalau seandainya perbedaan gara-gara masalah, atau khilafiyah masalah hitungan bulan datangnya tanggal Ramadhan atau Idul Fitri menjadi perpecahan atau menjadi resah di kalangan masyarakat, itu berarti tidak maslahah. Maka di PUI ini diharapkan seluruh kader PUI itu wajib mengikuti putusan pemerintah. Mengapa demikian? Ashulthonu manutun bil maslahah, keputusan pemerintah itu wajib di ikuti demi kemaslahatan.

Hukmul hakim yarfa’ul khilaf, jadi ketetapan hakim itu bisa menghilangkan khilafiyah. Oleh karena itu, kita di PUI dalam hal penentuan Ramadhan atau dalam penentuan Idul Fitri dan Idul Adlha  jelas harus mengikuti keputusan pemerintah.

Maka, dengan demikian, awal Ramadhan sekarang ini diduga keras sangat rentan dengan perbedaan yaitu antara yang tanggal 9 dan yang tanggal 10 Juli 2013, Selasa dan Rabu. Berdasarkan hasil perhitungan di PUI, Selasa itu belum memungkinkan untuk rukyat, bahkan boleh jadi tidak mungkin bisa melihat hilal, sedangkan pada hari Rabu, hilal itu sudah tinggi. Jadi, akan ada perbedaan pendapat yang luar biasa, akan tetapi PUI tetap kembali kepada mazhab ishlah, yaitu mana yang lebih maslahah di PUI. Karena mana yang lebih maslahal maka jelas harus mengikuti keputusan pemerintah.

Ketiga, muhasabah dalam konteks tarbiyah. Ishlahu at tarbiyah atau bagaimana perbaikan-perbaikan pendidikan di lingkungan PUI. Apakah pendidikan di PUI itu sudah betul-betul mencerminkan pendidikan sebagaimana yang diharapkan PUI.

Tokoh pendiri PUI, yaitu KH. Abdul Halim, telah memberikan konsep “santri lucu”, yaitu santri yang multiguna, santri yang masagi, sehingga dengan konsep pendidikan di PUI itu diharapkan para alumni atau lulusan sekolah atau pesantren PUI itu jadi eksekutif siap, jadi legislatif boleh, jadi da’i atau imam dan khotib juga siap. Jadi petani atau bisnismen juga harus siap. Itulah yang disebut dengan konsep “santri lucu” yang dicanangkan oleh KH. Abdul Halim selaku pendiri PUI dalam rangka Ishlah at tarbiyah.

Oleh karena itu, sekarang ini sangat perlu untuk muhasabah kembali. Apakah konsep dalam pendidikan itu sudah mengarah ke sana ataukah malah ditinggalkan. Kita harus segera kembali kepada khittah awal tentang didirikannya pendidikan PUI yang betul-betul bisa melahirkan kader-kader yang multi guna.

Keempat, muhasabah dalam ishlahul a’ilah. Kita merasa riskan dan prihatin, sebab banyak sekali kasus-kasus perceraian yang terjadi di kalangan masyarakat sekarang ini. Sampai-sampai di Majalengka yang notabene sebagai pusatnya PUI itu per bulannya Pengadilan Agama menyelesaikan kurang lebih 400 kasus perceraian. Begitu pula di kota ataupun kabupaten lainnya standarnya juga tidak lebih dari jumlah itu. Ini menunjukan bahwa boleh jadi sejauh mana kader-kader PUI di antara keluarga besar PUI dan atau pembinaan-pembinaan para ulama, ustadz, da’i di PUI terhadap keluarga.

Sudahkah keluarga PUI itu berkeluarga yang betul-betul sebagaimana yang dicita-citakan yaitu mawadah wa rahmah. Seluruh keluarga besar PUI seperti yang disebutkan oleh Rasulullah, dalam keluarga itu harus bisa melahirkan baiti jannati, rumahku adalah surgaku, sehingga keharmonisan dan kebersamaan, silih asah dan silih asih dan silih asuh itu betul-betul bisa tercipta dalam keluarga besar PUI.

Lebih jauhnya dengan muhasabah keluarga ini diharapkan bisa ditebarkan kepada keluarga lainnya, sehingga bisa menekan lajunya perceraian di Jawa Barat.

Kelima, Ishlah al iqtishodiyah, muhasabah dalam bidang ekonomi ini juga sangat diperlukan terutama oleh kader-kader PUI dalam rangka berda’wah melalui ekonomi. Kita bersyukur sebab sekarang ini telah ada rintisan-rintisan seperti kader pengusaha muda, jaringan bisnis muda yang mulai bermunculan di kalangan kader PUI. Dengan Ishlah al iqtishadiyah itu diharapkan bisa memberdayakan dan mensejahterakan kader dan keluarga besar PUI. Berda’wah itu kalau perutnya terisi, terasa, maka dalam memahami dan mengamalkan agama itu akan tenang.

Keenam, Ishlah ‘adah, dalam hal ini juga perlu adanya muhasabah agar tradisi atau budaya lokal yang berkembang di masyarakat itu bisa mempertahankan budaya-budaya yang Islami. Zaman sekarang ini budaya-budaya Barat atau tidak Islami sangat rentan memasuki dan mewarnai budaya-budaya lokal serta diserap oleh keluarga besar PUI, sehingga dia merasa kagum dan yakin bahwa itu adalah budaya Islami padahal bukan.

Terkadang sulit kita membedakannya, di dalamnya ada shalawat, di dalamnya al-Quran, akan tetapi yang munculna itu seni. Ini bukan berarti menapikan musik atau seni, tapi sering kali, yang dikhawatirkan oleh para da’i, para ustadz atau para ulama di PUI itu dengan munculnya seni-seni yang bernafaskan agama itu hanya sebatas bungkusnya saja. Yang muncul kemasannya saja sedangkan ruhnya hilang, sehingga bukan malah mendekatkan diri kepada Allah, tapi justru sebaliknya menjauhkan diri dari Allah SWT.

Ketujuh, muhasabah dalam pendekatan politik. Apakah PUI sudah betul-betul secara murni menginjak pada apa yang telah di amanatkan  dalam ishlahul ummat dan ishlahul mujtama’.

Demikianlah di antara muhasabah pada bulan Ramadhan tahun ini, yaitu dalam arti muhasabah dalam konteks intisab, sudah sejauh mana pengamalan kader-kader PUI terhadap intisabnya, dari mulai menghafalnya, menghayatinya sampai dengan mengamalkannya. Muhasabah dalam ishlah tsamaniyah, sudah sejauh mana ishlah tsamaniyah itu dipahami dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. (Alma/Majalah Intisabi/puijabar.org).*

Written by puijabar

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *