Narasi Cita-Cita Persatuan Ummat Islam (PUI)
Oleh: H. Iman Budiman, M.Ag.
(Ketua Umum DPW PUI Jawa Barat)
PERSATUAN Ummat Islam (PUI) adalah salah satu organisasi berbasis masyarakat (Ormas) Islam di Indonesia. Usianya tergolong tua bersamaan dengan organisasi masyarakat Islam lainnya. Namun PUI menjadi berbeda dan unik karena pada namanya ada kata “Ummat”. Sebuah penegasan bahwa PUI terbangun dari senyawa manusia unik dan terhormat. Satu penegasan lanjutan bahwa PUI adalah pewaris dakwah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan pelanjut perjuangan para ulama sekaligus ummat lintas generasi.
Tokoh pendiri PUI sendiri adalah orang-orang yang sangat berpengaruh dalam sejarah perkembangan dan kemajuan Islam dan bangsa Indonesia. Gagasan moderasi beragama dan ukhuwah islamiyah yang sangat kental adalah diantara daya jual para tokoh PUI dalam kancah lokal dan nasional. Bahkan kini menginspirasi banyak organisasi di berbagai pelosok negeri dalam hal moderasi keagamaan dan perjuangan sosial.
Sebut saja KH. Abdul Halim Iskandar yang akrab dengan sebutan Kiai Abdul Halim asal Majalengka-Jawa Barat, KH. Ahmad Sanusi dan Mr. R. Syamsuddin asal Sukabumi-Jawa Barat, ketiga pendiri ormas yang berdiri pada 21 Desember 1917 ini, adalah tokoh yang sudah dikenal moderat sejak lama dan menjadi penengah dinamika antar elemen umat dan bangsa pada eranya.
Dengan nama dan sejarah besarnya, yang tentu saja karena jasa besar para pendiri dan para tokoh lainnya, PUI pun menjadi perekat bagi keragaman elemen umat dan bangsa. PUI sendiri memiliki cita-cita sekaligus tujuan mulia yaitu mewujudkan pribadi, keluarga, masyarakat, negara dan peradaban yang diridhai Allah. Singkatnya, PUI bercita-cita atau bertujuan menjadikan Islam Raya. Dimana nilai-nilai Islam menjadi pijakan sekaligus laku hidup dalam seluruh skala hidup umat Islam.
Cita-cita semacam itu mesti menjadi pijakan dasar kita dalam berhimpun dan berkativitas di ormas yang pada 21 Desember 2021 nanti genap berusia 104 tahun ini. Membangun kesadaran semacam itu akan memudahkan kita dalam menempuh langkah lanjutan yang mesti dijejakkan ke depan. Baik dalam menjalankan roda organisasi maupun dalam berperan di medan sosial dan kontribusi nyata bagi kemajuan bangsa juga negara.
Cita-cita semacam itu bakal terwujud manakala kita memiliki rasa percaya diri, optimisme dan berani bertindak atau menempuh langkah-langkah perwujudannya. Sebab tiga hal tersebut menjadi energi yang mendorong kita untuk terus melangkah tanpa sedikit pun rasa ragu dan hendak berhenti.
Ada beberapa hal yang mesti kita persiapkan dan lakoni agar cita-cita tersebut bisa rerwujud. Pertama, penguatan struktur organisasi. Kata kunci sekaligus modal utama penguatan struktur organisasi adalah adanya kaderisasi dan regenerasi. Untuk itu, struktur atau pengurus mesti aktif melakukan kaderisasi dan segera menyiapkan kader terbaik sebagai pengganti sekaligus pelanjut estafeta organisasi.
Saya menyaksikan, alhamdulillah, di Kabupaten Bogor ini banyak pengurus dan kader PUI yang aktif. Ini sebuah kabar gembira sekaligus menjadi penyemangat bagi pengurus PUI di berbagai tempat di seluruh Jawa Barat bahkan di seluruh Indonesia. Tapi kita tak boleh lengah, penguatan struktur mesti ditindaklanjuti hingga sampai ke tingkat ranting. Dengan demikian PUI semakin mengakar dan akrab dengan masyarakat luas.
Kedua, memahami dinamika sosial dan permasalahan masyarakat dalam segala levelnya. Mengetahui saja tidak cukup, karena itu mesti memahami. Memahami saja belum cukup, mesti naik lagi menjadi penyelesai masalah umat dan bangsa. PUI mesti menjadi penyebut daftar masalah umat dan bangsa, juga menjadi bagian dari kekuatan yang menghadirkan atau menjalankan solusinya.
Ketiga, mampu bermanuver untuk berkembang dan bertumbuh. Berbagai dinamika dan permasalahan yang ada di tengah umat dan menyelimuti bangsa jenis dan bentuknya beragam. Kemampuan menemukan solusi terbaik dapat diperkuat oleh kemampuan bermanuver. Kuncinya adalah inovasi, kretifitas dan adaptasi. Dengan tiga modal ini maka PUI bakal semakin cekatan dalam menjalankan berbagai peran dan kontribusi di tengah keragaman umat dan bangsa.
Keempat, penguatan program. Program yang disusun mesti efesien dan efektif. Semuanya berbasis pada rencana yang matang dan terukur berdasarkan cita-cita dan kemampuan organisasi. Setiap bidang dan struktur mesti solid dan mampu menjaganya dengan baik. Sehingga program yang begitu ideal bisa terlaksana dengan baik dan manfaatnya dirasakan oleh banyak orang.
Kelima, penguatan hubungan dengan Allah. Kunci dari poin pertama hingga keempat adalah terjaganya hubungan baik dengan Allah. Ikhtiar manusiawi atau organisasi memang penting, namun semuanya bakal menjadi apa-apa manakala Allah selalu membimbing dan menguatkan kita. Oleh karena itu, setiap langkah organisasi mesti ditautkan dengan Allah. Sehingga setiap ikhtiar kita semakin bernyawa dan mendapat keberkahan dari Allah, pemilik dan penentu segala sesuatu.
Saya sangat optimis bahwa PUI Kabupaten Bogor bakal menjadi contoh yang baik bagi struktur PUI di berbagai kabupaten atau kota di Jawa Barat bahkan Indonesia. Embrio dan auranya sangat terasa, karena itu mesti dijaga dengan baik. Termasuk soliditas dan kekompakan dalam beroganisasi di PUI mesti dijaga dengan baik.
Tugas dan perjuangan kita ke depan masih panjang dan tentu semakin berat. Bila soliditas organisasi, regenerasi dan berbagai rencana organisasi mampu kita tunaikan dengan baik dan matang, maka PUI dimana kita berteduh bakal sukses dan mampu melalui semuanya dengan langkah yang pasti. Akhirnya, jangan pernah kalah oleh rasa lelah, sebab bila kita sudah Lillah maka semuanya pasti berkah. Insyaa Allah! (*)