Dr. H. Wido Supraha (Sekretaris Departemen Dakwah PUI Pusat)
Sebuah kenikmatan besar bagi umat manusia adalah ketika Allah ﷻ mengutus seorang manusia pilihan-Nya untuk menjadi Nabi sekaligus Rasul, dan sekaligus menutup mata rantai kenabian dalam skenario kehidupan yang fana ini. Kehadiran Nabi Muhammad ﷺ secara khusus adalah untuk memenangkan Islam di atas seluruh manhaj kehidupan yang ada, sehingga umatnya didorong untuk terus pro-aktif menjadi ‘misionaris’ ajaran yang haq untuk keselamatan alam dan seisinya. Ini bermakna, jika umatnya memilih untuk bersikap pasif atau egoisme pribadi, maka sejatinya ia telah mendukung tegaknya manhaj kehidupan selain Islam.
Allah berfirman,
هُوَ ٱلَّذِىٓ أَرۡسَلَ رَسُولَهُ ۥ بِٱلۡهُدَىٰ وَدِينِ ٱلۡحَقِّ لِيُظۡهِرَهُ ۥ عَلَى ٱلدِّينِ ڪُلِّهِۦ وَلَوۡ ڪَرِهَ ٱلۡمُشۡرِكُونَ
Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya [dengan membawa] petunjuk [Al Qur’an] dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai. (Q.S. At-Taubah/9:33)
Al-Imām Ibn Jarīr ath-Thabarī menegaskan di dalam kitab tafsirnya (Jāmi’ al-Bayān an Ta’wīl ayi al-Qur’ān), agar Islam lebih tinggi, melebihi agama-agama lainnya.
Maka tiada lain pilihan bagi kaum muslimin kecuali turut berkontribusi memenangkan pertarungan sebenarnya di dunia agar Islam yang sejatinya telah tinggi, betul-betul ditinggikan di dunia, dan agar dengan kontribusi yang diberikan, kaum muslimin juga berharap ditinggikan posisinya di Jannah. Oleh karenanya, selain penting untuk melahirkan motivasi yang kuat, juga tidak lebih penting memelihara amalan yang telah dilahirkan. Di antara cara untuk memeliharanya adalah dengan memiliki ma’rifah yang benar tentang bagaimana memposisikan pribadi Nabi Muhammad ﷺ dalam konteks kehidupan di dunia.
Nabi Muhammad ﷺ adalah tetap seorang hamba di antara seluruh hamba Allah ﷻ.
Pemahaman ini akan membawa keyakinan bahwa Islam yang diajarkan dan diamalkan beliau tentulah Islam yang juga akan bisa diamalkan oleh manusia hingga akhir zaman, karena agama ini memang diperuntukkan khususnya bagi manusia, dan telah diteladankan dengan sempurna juga oleh manusia pilihan yang hidup di tengah manusia, dan berinteraksi dengan manusia. Sebagai seorang manusia, tentunya Nabi Muhammad ﷺ memiliki seluruh sifat-sifat kemanusiaan (إنسانا), sebagaimana ia memiliki nasab (نسبا) yang jelas, dan rupa fisik (جسما) yang sangat dihafal oleh para sahabat-sahabatnya. Seluruh perjalanan hidupnya terekam dengan sangat apik dan diwariskan kepada kita melalui tangan-tangan para ulama dalam bentuk ‘Sejarah Kehidupan Nabi ﷺ’ (سيرة النبوية), dan sangat penting untuk dimiliki dan dipelajari oleh para penuntut ilmu, di tengah kesibukannya mempelajari Al-Qur’an dan As-Sunnah, agar semakin terang bagi dirinya, bagaimana cara Nabi ﷺ dalam membumikan Islam di dunia, dan ini yang disebut dengan Metode Dakwah (فقه الدعوة). Dengan demikian posisi Nabi Muhammad ﷺ sebagai manusia adalah sumber ilmu tersendiri bagi para penuntut ilmu.
Allah ﷻ berfirman,
قُلۡ إِنَّمَآ أَنَا۟ بَشَرٌ۬ مِّثۡلُكُمۡ يُوحَىٰٓ إِلَىَّ أَنَّمَآ إِلَـٰهُكُمۡ إِلَـٰهٌ۬ وَٲحِدٌ۬ۖ فَمَن كَانَ يَرۡجُواْ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلۡيَعۡمَلۡ عَمَلاً۬ صَـٰلِحً۬ا وَلَا يُشۡرِكۡ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦۤ أَحَدَۢا
Katakanlah (Wahai Muhammad): “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”.
Bagi seorang mukmin, mencintai apa yang dicintai Nabi Muhammad ﷺ sebagai manusia masuk sebagai bagian dari keutamaan. Termasuk dalam hal ini, pilihan beliau untuk menikah, memilih warna pakaian, membantu pekerjaan rumah tangga, dan pilihan-pilihan lainnya.
Nabi Muhammad ﷺ, kehidupan pribadinya menghadirkan Sunnah.
Sunnah merupakan seluruh perkataan, perbuatan hingga diam dan ketetapannya Nabi ﷺ dalam seluruh perbuatan para sahabat-sahabatnya pada khususnya. Terekamnya Sunnah dan terverifikasinya secara mendetail dan tersampaikannya kepada kita adalah karunia besar tersendiri, sehingga menjadi terang bagi umatnya bagaimana menghukumi dan bagaimana hukum sesuatu (فقه الأحكام), bagaimana membedakan antara pilihan kehidupan (wasa-il al-hayah) dan pedoman utama kehidupan (minhaj al-hayah).
Allah ﷻ berfirman,
وَمَآ أَرۡسَلۡنَا مِن رَّسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذۡنِ ٱللَّهِۚ وَلَوۡ أَنَّهُمۡ إِذ ظَّلَمُوٓاْ أَنفُسَهُمۡ جَآءُوكَ فَٱسۡتَغۡفَرُواْ ٱللَّهَ وَٱسۡتَغۡفَرَ لَهُمُ ٱلرَّسُولُ لَوَجَدُواْ ٱللَّهَ تَوَّابً۬ا رَّحِيمً۬ا (٦٤) فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤۡمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيۡنَهُمۡ ثُمَّ لَا يَجِدُواْ فِىٓ أَنفُسِہِمۡ حَرَجً۬ا مِّمَّا قَضَيۡتَ وَيُسَلِّمُواْ تَسۡلِيمً۬ا (٦٥)
Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul, melainkan untuk dita’ati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul-pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Maka demi Tuhanmu, mereka [pada hakikatnya] tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (Q.S. An-Nisā’/4:64-65)
Ketika Nabi Muhammad ﷺ telah tiada di kalangan manusia, kewajiban bagi umatnya untuk menjadikan beliau sebagai hakim tidak pernah hilang. Namun, jika dahulu para sahabat bisa bertanya langsung atau bertanya kepada para sahabat yang telah pernah bertanya kepada beliau, maka umat hari ini harus memiliki kelengkapan alat dan metodologi yang benar agar tetap dapat menjadikannya hakim. Dalam hal ini umat tidak bisa mencukupkan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah semata, namun dibutuhkan perangkat lain agar dapat memahami kedua warisan utama tersebut, sehingga tidak keliru di dalam menghukumi sesuatu. Kelengkapan itu di antaranya adalah Ijma’, Qiyas, Mashalih Mursalah, dan Ijtihad para ‘ulama selaku pewaris Nabi.
Nabi Muhammad ﷺ adalah seorang Rasul di antara para Rasul yang telah pernah diutus Allah ﷻ di atas muka bumi. Sebagai seorang Rasul, selain memiliki kekhususan mu’jizat, dan dibekali dengan risalah, beliau menyampaikan risalah (بلغ الرسالة), menunaikan amanah (أدى الأمانة), dan memimpin umat (إمام الأمة) menuju cita-cita besarnya, meninggikan kalimat Allah ﷻ. Seluruh aktivitas beliau disebut sebagai Aktivitas Kenabian, (الدعوة النبوية) dan darinya bagaimana umatnya melanjutkan Aktivitas yang telah dimulainya dengan merujuk kepada sejarah hidup beliau sebagai seorang Rasul (فقه السيرة).
Allah ﷻ berfirman,
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ۬ قَدۡ خَلَتۡ مِن قَبۡلِهِ ٱلرُّسُلُۚ أَفَإِيْن مَّاتَ أَوۡ قُتِلَ ٱنقَلَبۡتُمۡ عَلَىٰٓ أَعۡقَـٰبِكُمۡۚ وَمَن يَنقَلِبۡ عَلَىٰ عَقِبَيۡهِ فَلَن يَضُرَّ ٱللَّهَ شَيۡـًٔ۬اۗ وَسَيَجۡزِى ٱللَّهُ ٱلشَّـٰڪِرِينَ
Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang [murtad]? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (Q.S. Ali ‘Imrān/3:144)
Semoga Allah ﷻ memberikan taufiq-Nya kepada seluruh kaum mukminin untuk sentiasa istiqomah di dalam meneladani Nabi Muhammad Saw dalam seluruh kehidupan kemanusiaannya, di dalam mentaati Nabi Muhammmad dalam seluruh warisan ke-Rasulannya, serta memudahkan kita di dalam mengambil keputusan yang tepat pada setiap kondisi yang menuntut kita untuk dapat memposisikan dengan cara yang paling sesuai. Wallaahul musta’an. (Zoom)