Ahmad-HeryawanOleh H. AHMAD HERYAWAN, Lc.

PERSATUAN Ummat Islam (PUI) harus terus berbenah diri. Kita harus menunjukkan bahwa kita mampu bangkit, untuk memberikan investasi amal terhadap reformasi kebangkitan Islam Indonesia yang terus bergulir.

Untuk kebangkitan itu, kita harus memiliki tiga syarat sebagai berikut:

Pertama, Matanatul Jama’ah (Soliditas Organisasi). Sebagai jamaah gerakan dakwah, PUI memiliki tujuan membentuk pribadi Muslim, rumah tangga Islami, dan terwujudnya tatanan Islam dalam kehidupan masyarakat untuk menuju peradaban dunia yang diridhai Allah SWT (Anggaran Dasar PUI). Artinya, PUI sebagai entitas gerakan dakwah cukup jelas dalam tahapan tujuannya, yakni dalam mewujudkan jamaan dan masyarakat, tidak mungkin eksis tanpa ada komitmen dari pribadi dan keluarga besar kader PUI. Soliditas jamaah sangat tergantung pada perwujudan komitmen pribadi kader PUI, karena komitmen pribadi kader PUI adalah bangunan awal untuk membangun soliditas jamaah.

Salah satu sebab utama kegagalan dan keterlambatan kaderisasi PUI adalah kurang pedulinya anak-anak muda dan keluarga besar PUI dalam aktivitas amaliah PUI. Untuk itu, bila PUI ingin bangkit, maka hendaknya para orangtua “mewakafkan” anak-anak mudanya itu untuk ikut serta dalam amal jama’i di PUI. Sebagaimana para sahabat berlomba-lomba mewakafkan anak-anaknya dalam dakwah dan jihad bersama Rasulullah Saw. Untuk itu, PP PUI mempunyai agenda prioritas, yaitu mendorong Himpunan Mahasiswa PUI bersama Pemuda PUI untuk secara intensif melakukan kaderisasi.

Kedua, Hayawiyatul Harakah (Dinamika Gerakan). Dinamika gerakan dakwah PUI sangat terkait dengan kemampuan manajerial. Karena itu, pengurus yang dibutuhkan bukan sekadar modal semangat, tapi juga terpenting adalah memiliki keterampilan manajemen dakwah. Ketua Dewan Pembina PUI, Ahmad Rifa’i, mengistilahkannya dengan “ulama-manajer”. “Pimpinan PUI ke depan bukan hanya memiliki kriteria ulama, tapi juga memiliki kriteria manajer,” tegasnya. PUI harus memiliki pemahaman fikih dakwah (manajemen dakwah) dengan baik sehingga dinamika gerakan dakwahnya terjaga dari “ketergelinciran” dan kejumudan.

Ketiga, Intajiyatul ‘Amal (Produktivitas Amal). PUI telah menetapkan khittah amaliahnya, yaitu Ishlahuts Tsamaniyah (delapan pokok perbaikan: akidah, tarbiyah, ibadah, ekonomi, tradisi, keluarga, masyarakat, dan umat). Delapan pokok perbaikan itu menjadi “bahan baku” produk amal. Produktivitas amal sangat tergantung pada kreativitas kader dalam memahami dan mengimplementasikan khittah amaliah Ishlahuts Tsamaniyah PUI ke dalam program-program kerja.

Kita harus dapat menjabarkan secara rinci dan jelas khittah amaliah itu. Selama ini, PUI belum banyak melakukan aktualisasi khittahnya sesuai dengan kebutuhan zaman. Mudah-mudahan tiga lembaga tinggi PUI –Pimpinan Pusat, Dewan Pembina, dan Dewan Pakar—mampu segera menghadirkan program kerja amal yang segar, aplikatif, dan sesuai dengan kebutuhan PUI dan umat Islam secara keseluruhan.

PUI harus mulai berani merekonstruksi format gerakan tarbiyah dan dakwahnya sesuai dengan tuntutan zaman. Pendidikan dan dakwah mendatang perlu melebarkan sayapnya secara konkret pada dua aspek, yaitu aspek kaderisasi internal dan dakwah massal. (Sumber: Revitalisasi Peran PUI dalam Pemberdayaan Ummat, PW PUI Jabar).*

Written by puijabar

This article has 5 comments

  1. Eba Muhamad Fauzi Reply

    Ditunggu training pembinaan pemberdayaan kecerdasan bagi generasi muda PUI. Salam dari KB SMP PUI Muktisari Majalengka

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *