Ilustrasi by Google
Oleh: H. Eka Hardiana

Para Salafus Shaleh Mengingatkan Untuk Selalu Waspada Terhadap Dosa dan Kemaksiatan

Maimun bin Mihran mengatakan, “Apabila seorang hamba berbuat dosa maka ada satu titik hitam di hatinya. Apabila dia bertobat maka titik hitam tersebut terhapus. Oleh karena itu, engkau melihat hati orang mukmin berkilau seperti cermin, dari mana pun setan datang pasti dia melihatnya. Adapun yang selalu berbuat dosa maka setiap kali dia berbuat dosa maka titik hitam hinggap di hatinya dan terus memenuhi hatinya hingga hatinya menjadi hitam, tidak bisa melihat setan ketika mendatanginya.
[Shifatus Shafwah: 4/412]

Dosa dan maksiat, sebagaimana yang diajarkan oleh para salafus shaleh dari generasi tabi’in, adalah membawa kemalangan bagi pelakunya dan mempunyai akibat yang buruk bagi diri dan keluarga. Karena kemaksiatan, seorang hamba menjadi hina di sisi Rabb-nya dan hilang kewibawaannya dari hati para makhluk. Hasan Al-Bashri mengatakan, “Mereka menganggap kecil Allah sehingga bermaksiat kepada-Nya. Kalau mereka mengagungkan-Nya maka Allah akan melindungi mereka.”
[At-Tabshirah, Ibnul Jauzy, hal 132]

Para salafus shaleh selalu mengingatkan kita untuk selalu waspada terhadap akibat dosa dan maksiat, karena hati mereka selalu sadar. Apabila dunia terasa sempit, periksalah dirimu karena kesempitan hanya datang karena akibat dosa yang telah engkau kerjakan. Apabila engkau susah memahami ilmu atau lupa hapalan, periksalah dirimu. Apabila engkau terputus dari mengerjakan ketaatan yang dahulu biasa engkau kerjakan, itu karena dosa yang telah engkau kerjakan.

“Berapa banyak orang membiarkan pandangannya berbuat dosa sehingga Allah membutakan mata hatinya. Atau, dia membiarkan lisannya sehingga hatinya tidak jernih, atau dia lebih memakan makanan yang syubhat sehingga menghalangi ibadahnya, tidak bisa menegakkan qiyamulail dan kehilangan kenikmatan dalam beribadah.”
[Shaidul Khathir, Ibnul Jauzi, hal 56].

Oleh karena itu, Sofyan Ats-Tsauri secara terus terang memberitahu kita, “Aku terhalang dari mengerjakan qiyamulail karena dosa yang pernah aku kerjakan lima bulan yang lalu.”
[Hilyatul Auliya’: 7/17]

Adh-Dhahak berkata, “Tidaklah seseorang mempelajari Alquran lalu lupa kecuali karena dosa yang telah dia kerjakan. Karena, Allah Ta’ala telah berfirman,

وَمَاۤ اَصَا بَكُمْ مِّنْ مُّصِيْبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ اَيْدِيْكُمْ وَيَعْفُوْا عَنْ كَثِيْرٍ 

“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu).”
(QS. Asy-Syura [42]: Ayat 30), dan lupa hapalan Alquran adalah musibah terbesar.”
[Az-Zuhd, Abdullah bin Mubarak, hal. 22]

“Aku meyakini, ” kata Abdullah bin Mubarak, “Jika seseorang lupa ilmu yang dia pelajari, itu karena dosa yang dia perbuat.”
[Az-Zuhd, Abdullah bin Mubarak, hal. 22]

(Bersambung)

Sumber:
Kitab Lamhah Tarbawiyah min Hayah At-Tabi’in, Asyraf Hasan Thabal (Edisi Indonesia, Tarbiyah Ruhiyah Ala Tabi’in)

Pamoyanan, 4 Sya’ban 1441 H/29 Maret 2020 M (Zoom)

Written by puijabar

This article has 1 comment

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *