Lima Semangat Pengorbanan Kader Dakwah PUI
Oleh Eka HardianaDALAM mukadimah Anggaran Dasar Persatuan Ummat Islam (PUI) disebutkan: "...Karunia Allah Subhanahu wa…
PUIJABAR.ORG — Pendiri Persatuan Umat Islam (PUI) K.H. Ahmad Sanusi kembali diusulkan untuk mendapat gelar Pahlawan Nasional tahun ini. Sebelumnya tahun 2011 dan 2012 sempat diusulkan namun tidak dipertimbangkan oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan untuk mendapatkan Gelar Pahlawan Nasional.
Menurut Ketua Tim Pengusul Gelar Pahlawan Nasional bagi KH. Ahmad Sanusi, Prof.Dr.Nina Herlina Lubis, ada kesalahpahaman seolah semasa hidupnya KH Ahmad Sanusi memohon ampun kepada Pemerintah Belanda saat ditahan sehingga seolah-olah KH Ahmad Sanusi dibebaskan karena mengaku salah.
“Arsip mengenai pembebasan Haji Ahmad Sanusi menuai kontroversi. Arsip bersifat rahasia (GEHEIM) nomor C.D.x.64/2/9 tanggal 25 Augustus 1938 dengan perihal “ Verzoek van Hadji Abdoerrohiem, om zijn zoon, Hadji Achmad Sanoesi, te ontheffen van zijn interneering” yang merupakan pertimbangan dari De Directeur van Binnenlandsch Bestuur membawa kesalahpahaman. Perihal arsip tersebut membawa kesan bahwa KH. Abdurrahim, Ayahanda KH. Ahmad Sanusi, mengemis kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk pembebasan anaknya, yakni KH. Ahmad Sanusi,” ungkap Nina dalam seminar “Pengusulan Kembali KH Ahmad Sanusi Sebagai Pahlawan Nasional” di Hotel Puri Khatulistiwa Jatinangor Sumedang, Rabu (28/5/2014).
Nina menambahkan,yang menjadi pertanyaan adalah apakah patut seorang pejuang merasa kapok, sehingga merasa perlu untuk minta dibebaskan dari statusnya sebagai tahanan kota? Apakah mungkin Haji Ahmad Sanusi mempertaruhkan nama besarnya sehingga menjadi cacat karena mengaku bersalah dan menyerah? Pertanyaan di atas selalu menjadi hambatan bagi pengusulan Haji Ahmad Sanusi sabagai Pahlawan Nasional yang mewakili daerah Jawa Barat khususnya Sukabumi.
Ia menjelaskan, berdasarkan konfirmasi dari KH. Maman Abdurrahman (cucu KH. Ahmad Sanusi) yang menjelaskan bahwa kakeknya dimerdekakan dari statusnya sebagai tahanan kota bukan karena permintaan KH Abdurrahim, tetapi karena posisi Pemerintah Hindia Belanda yang merasa ‘kewalahan’ menjelang Perang Dunia II.
KH. Maman Abdurrahman mendengar dari ayahnya (KH.Ahmad Badri Sanusi), bahwa pada tahun 1938 mata-mata dari Balatentara Jepang sudah menyusup dan mengadakan konsolidasi di Sukabumi. Tahanan politik yang lain waktu itu dibebaskan juga atas desakan Jepang seperti Bung Hatta dan Bung Sjahrir pun dipulangkan dari Bandaneira.
“Menurut logika adalah tidak mungkin KH. Abdurrohim memintakan ampun kepada Belanda bagi kebebasan anaknya, yakni KH. Ahmad Sanusi, karena pada tahun 1938 KH. Abdurrahim sudah meninggal dunia. Haji Abdoerrohim yang ada pada waktu itu adalah Haji Abdoerrohim dari Cipoho yang menjadi Pengurus Besar AII. Haji Abdoerrohim Cipoho berusia lebih muda dari Haji Ahmad Sanusi,”terasng Nina yang juga Guru Besar Sejarah dari Unpad ini.
Namun Nina meragukan kebenaran mengenai KH.Abdoerrohim dari Cipoho dalam mengajukan pembebasan bagi KH. Ahmad Sanusi. Pasalnya surat permohonan ampunan tersebut tidak ada. Jika benar dan terbukti KH Abdoerrohim Cipoho yang mengajukan surat pembebasan kepada Belanda, maka itu pun tidak mungkin.
“Karena surat-surat keluar yang penting harus atas sepengetahuan KH Ahmad Sanusi sebagai Penasehat AII. Haji Ahmad Sanusi tidak mungkin menyetujui pembebasan dirinya,”imbuhnya.
Untuk dirinya dirinya kembali akan meluruskan kesalahpahaman tersebut dan kembali melengkapai persyaratan yang di butuhkan. Pihaknya juga optimis untuk tahun 2014 ini pengusulan tersebut bisa goal, karena dari seluruh anggota BPUKI tinggal KH.Ahmad Sanusi yang belum mendapat gelar Pahlawan Nasional.
Direktur Kepahlawanan, Keperintisan, dan Kesetiakawanan Sosial Kemensos yang diwakili Dra. Siti Aisyah menyambut baik usulan diusulkankembalinya KH Ahmad Sanusi sebagai Pahlawan Nasional. Menurut Siti, salah satu prerjuangan K.H. Ahmad Sanusi adalah pada masa pendudukan DI/TII Pimpinan Kartosuwiryo beliau mengeluarkan fatwa agar masyarakat di daerahnya untuk tidak terpengaruh dengan DI/TII dan tetap setia dengan NKRI.
Selain itu, sambungnya, dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) Ia memberikan dua sumbangan pemikiran.
Pertama, meredakan pertentangan antara pihak yang setuju dan yang tidak setuju menjadikan Islam sebagai dasar negara.
Kedua, memasukkan konsep imamat (demokrasi) sebagai landasan bentuk pemerintahan Indonesia yang akan dimerdekakan. Sementara karyanya besar KH.Ahmad Sanusia yang terkenal ialah Tamsijjatul Muslimin yaitu alih aksara Al Qur’an ke huruf latin yang waktu adalah untuk pertama kalinya dan satu-satunya.
“Kita akui bersama pengaruh globalisasi saat ini dapat menyebabkan generasi muda penerus bangsa lebih mengenal tokoh-tokoh dari luar negeri sebagai idola daripada Pahlawan Nasional yang kita miliki. Perlu kami informasikan kepada hadirin sekalian bahwa hingga saat ini kita telah memiliki 159 Pahlawan Nasional,”jelasnya.
Untuk itu pihaknya berharap, dengan adanya seminar ini dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengusulan K.H. Ahmad Sanusi sebagai Pahlawan Nasional dan dapat melengkapi data-data yang sebelumnya diusulkan sehingga nantinya K.H. Ahmad Sanusi dapat dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional. Adapun dalam pengusulan ini agar Tim Peneliti, Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) dapat berperan aktif sehingga data yang nantinya diusulkan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Sebelumnya dalam sambutannya Ketua Umum DPW PUI Jabar Drs.H.Iding Bahruddin,M.M.Pd menegaskan bahwa KH.Ahmad Sanusi sebagai salah satu ulama pelaku dan pejuang kemerdekaan Indonesia layak mendapat penghargaan Pahlawan Nasional. Menurut ustad Iding, KH. Ahmad Sanusi bukan saja ulama milik warga Sukabumi dan PUI namun ulama milik umat Islam Indonesia.
“Sejarah mencatat bahwa KH.Ahmad Sanusi perjuangannya bukan hanya di Sukabumi dan Jawa Barat namun pengaruhnya bersifat nasional. Adalah salah besar jika beliau ulama lokal,sebelum kemerdekaan pengaruhnya sudah sampai hingga Sumatera. Jadi dengan mengingat jasa dan perjuangannya sudah sangat relevan dan tepat jika beliau dianugerahi gelar Pahlawan Nasional,”tegasnya yang disambut tepuk tangan hadirin.
Seminar sendiri diselenggarakan oleh Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Gunung Djati yang bekerja sama dengan Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) dan DPW PUI Jabar. Acara tersebut dihadiri seribuan peserta dari civitas akademika UIN SGD,jamaah PUI Jabar,pejabat Pemkot Sukabumi dan elemen umat Islam Jabar. [Iman]